Meski berprestasi dalam dua bidang yang berbeda, Khairunnisa Azzahra dan Ayu Nur Safitri memiliki dua persamaan: sama-sama anak rumahan dan selalu menjadi langganan ranking satu di kelas
***
Pada zaman dahulu, terjadi pertentangan antara Ternate dan Tidore mengenai gunung milik siapa yang lebih tinggi, Gamalama ataukah Tidore. Kedua belah pihak tak ada yang mau mengalah.
Lantaran takut kalah, jin-jin di Ternate lantas memerintahkan goheba (burung berkepala dua yang kini jadi lambang Kesultanan Ternate, red) untuk mengambil sebagian puncak Gunung Kie Besi di Pulau Makian untuk dipindahkan ke puncak Gamalama. Pemindahan dilakukan pada malam hari.
Setelah berhasil mengambil sebagian puncak Kie Besi, goheba lalu menerbangkannya ke Ternate. Dalam perjalanan, ketika berada di antara Pulau Ternate dan Tidore, ayam jantan berkokok pertanda pagi telah tiba.
Goheba yang kaget mendengar suara ayam jantan spontan menjatuhkan tanah yang dibawanya di antara dua pulau yang berseteru itu. “Tanah itulah yang kemudian menjadi asal mula Pulau Maitara,” begitulah gaya Khairunnisa Azzahra ketika diminta menceritakan kembali dongeng Asal Mula Maitara yang ditampilkannya dalam lomba story telling April lalu di Dinas Pendidikan Kota Ternate.
Nisa, sapaannya, memang jago mendongeng. Dalam lomba story telling di ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2015 lalu, Nisa mendapat juara dua. Dalam perlombaan tersebut, ia diharuskan mendongeng dalam bahasa Inggris.
Anak pertama pasangan M. Yunus H. Abbas dan Yusmiati Salam ini memilih bercerita tentang film animasi Frozen dan Asal Mula Maitara. “Skrip untuk Frozen diambil dari internet, sedangkan skrip Maitara dibuatkan oleh Ibu Wiwik Sriniwingsih, guru teater.
Beliau juga yang mengajarkan tentang gestur, cara berbicara, pembagian vokal, dan ekspresi,” tutur siswa kelas VIIIA ini. Tak hanya sekedar bercerita, story telling juga menuntut pesertanya mengenakan kostum yang representatif. Bahkan kostum merupakan salah satu penentu tinggi rendahnya nilai peserta.
Dalam lomba tersebut, gadis berusia 14 tahun itu mengenakan gaun yang ditambahi jahitan sayap untuk Frozen, dan kostum goheba untuk Asal Mula Maitara. “Bagian paling sulitnya adalah menghafal skrip berbahasa Inggris. Dalam seminggu dua skrip tersebut sudah harus dihafal,” sambung Nisa yang lebih sering menghabiskan waktu luangnya dengan menulis di rumah ini.
Nisa yang selalu mendapat ranking satu di kelas itu juga merupakan Duta Sanitasi Malut. Ia ditunjuk sebagai Duta Sanitasi setelah memenangkan karya tulis ilmiah mengenai kebersihan dan berhak mengikuti workshop kebersihan di Jakarta 2014 lalu. “Tugas Duta Sanitasi adalah memberikan penyuluhan dan membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya sistem sanitasi yang baik bagi kehidupan sehari-hari. Selama ini masyarakat masih menganggap sanitasi sebagai masalah sepele,” papar remaja yang bercita-cita menjadi dokter spesialis kandungan itu.
Sama seperti Nisa, Ayu Nur Safitri, siswa kelas IXA juga berhasil mengharumkan nama sekolah dengan menjadi satu-satunya perwakilan Malut dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang keilmuan Matematika di Padang, Sumatera Barat. Si bungsu putri pasangan Sudirman Abdul Latif dan Yusnaini ini terpilih lantaran nilainya melewati passing grade yang telah ditentukan oleh panitia pusat. “Untuk menuju tingkat nasional, semuanya ditentukan oleh panitia pusat, termasuk nama-nama peserta yang lolos. Yang pertama dorong ikut olimpiade adalah mama,” katanya.
Matematika memang begitu akrab dengan kehidupan Ayu. Sang ibu adalah seorang guru Matematika. Kedua kakak Ayu juga penyuka pelajaran yang bagi sebagian orang dianggap sulit ini. Selama ini, nilai Matematika di raport Ayu sendiri tak pernah kurang dari angka 9. “Dari semua mata pelajaran, Matematika memang yang paling tinggi. Tapi Ayu juga suka pelajaran Fisika,” ujar gadis pendiam ini.
Meski jago Matematika, bukan berarti tak ada kesulitan yang dihadapi Ayu dalam menyelesaikan soal-soal hitungan tersebut. Baginya, materi yang paling sulit adalah yang menyangkut pertidaksamaan. Sementara materi favoritnya adalah statistik. “Biasanya dalam sehari belajar selama tiga jam, selepas magrib. Caranya yaitu dengan memperbanyak latihan soal, baik lewat buku pelajaran maupun internet. Yang penting dibawa enjoy saja ketika belajar,” paparnya.
Sehari-hari, Ayu mengaku lebih suka menghabiskan waktunya di rumah ketimbang berjalan-jalan. Hobinya pun tak jauh dari kegiatan edukatif, seperti membaca buku pelajaran. Selain bersekolah, ia juga mengikuti ekstrakurikuler tilawah quran. “Latihan tilawah dua kali seminggu. Selain itu, lebih sering di rumah saja, baca buku pelajaran,” pungkasnya.(*)
Artikel ini ditulis oleh Ika Fuji Rahayu. (Malut Post Thursday, 11 Jun 2015)