Selama ini terdapat pertanyaan berulang baik dari keluarga, teman dan masyarakat. Sampai kini beberapa mahasiswa bahkan masih bertanya, maka terpikirlah untuk menjelaskan jawaban dari pertanyaan mereka dalam bentuk tulisan.
Pertanyaan mereka: apa arti dari nama Ja’far?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kiranya mengetahui perkembangan bahasa Arab menjadi penting. Bahasa Arab dewasa ini, telah menjadi bahasa dunia dan ilmu pengetahuan. Hal ini tak lepas dari kebudayaan Islam yang maju di masa pertengahan.
Sebelum adanya Islam, bahasa Arab sendiri termasuk bahasa bernilai kesusasteraan tinggi. Bahkan turunnya al-Qur’an di antaranya untuk menggugah rasa kebahasaan masyarakat Arab (Baca QS: al-Israa ayat 88; al-Qashash ayat 2; al-Zukhruf ayat 3).
Laporan tentang nilai bahasa tersebut baru ditelusuri justru setelah berkembangnya Islam, sebagaimana dalam karya kesusasteraan Islam awal seperti al-Agaaniy, al-Kaamil fii al-Lughah wa al-Adab, dan sebagainya.
Secara umum, bahasa Arab lahir melalui interaksi masyarakat di Jazirah Arab. Hal ini terjadi baik di daerah selatan maupun utara, dengan pendatang dari Mesopotamia (Iraq) dan sebagainya. Belakangan, bahasa Arab yang populer adalah bahasa turunan ‘Adnan yang banyak melahirkan suku Quraisy di Makkah. Konon banyak ayat al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan dialek Quraisy.
Disebabkan banyaknya bentuk turunan dalam bahasa Arab, maka penggunaan antara kata benda maupun kata kerja beragam, meski bermuara dari satu kata. Sebagai contoh, semisal kata maktabah (مكتبة ) yang berarti perpustakaan atau kaatib (كاتب) berarti penulis/sekretaris. Keduanya adalah derivasi kata kataba yang artinya menulis.
Perpustakaan disebut maktab karena di dalamnya terjadi aktivitas tulis menulis, atau adanya hasil tulisan buku, surat kabar dan sebagainya. Sekretaris disebut kaatib lantaran tugas menulis hasil rapat, laporan dan sebagainya.
Dari dua contoh di atas tampak bahwa bahasa Arab memiliki logika bahasa yang mungkin juga terdapat dalam bahasa lain. Logika bahasa ini tidak hanya dibangun lantaran kesamaan asal kata seperti contoh di atas, namun juga disebabkan hal lain.
Setidaknya terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi adanya logika bahasa Arab dalam berbagai arti kata. Ketiga faktor yang dimaksud yaitu:
1. Kesamaan Asal Kata
Tampaknya kebanyakan bahasa Arab diturunkan melalui arti asli sebuah kata, dengan satu makna yang terkandung dari berbagai turunan kata. Selain contoh kata kataba di atas, dapat ditambahkan misalnya kata sya‘aba (شعب) yang berarti memisahkan, dengan derivasinya yaitu syu‘batun (شعبة = cabang) syi‘bun (شعب = lereng gunung) dan sya‘bun (شعب = bangsa /kaum).
Baik cabang, lereng gunung maupun bangsa, merujuk pada hal yang terpisah, yang mulanya menyatu. Cabang pohon berasal dari batang yang satu lalu menyebar; lereng gunung berasal dari puncak gunung yang satu, demikian pula bangsa pada mulanya memiliki satu leluhur lalu menjadi banyak suku yang berbeda.
2. Kesamaan Makna dari Asal Kata yang Berbeda
Perbedaan asal kata maksudnya adalah kesatuan makna dari kata asli dengan 3 huruf, baik yang huruf pertama dan kedua sama, maupun huruf asli yang berbeda letak susunannya. Agak rumit? Berikut contohnya.
Untuk contoh dengan huruf pertama dan kedua berupa huruf asli yang sama, semisal kata ghaaba (غاب = tidak ada), ghaara (غار = meresap atau masuk), ghaasha (غاص = menyelam) dan kata ghaama ( غام = mendung). Keempat kata tersebut semuanya merujuk pada satu makna, yaitu tersembunyi.
Kemudian contoh kesamaan huruf asli yang berbeda susunan dalam satu kata, semisal kata baraka (برك = menetap), bakara ( بكر = keluar di awal hari), rabaka (ربك = mencampur), rakiba (ركب = menaiki, mengendarai), kabura (كبر = besar atau tua) dan karaba (كرب = menanam). Keenam kata tersebut dengan susunan huruf yang sama, semua merujuk pada arti menggabung atau memasukkan sesuatu pada lainnya.
Baraka, menetap itu dapat menggabungkan seseoragn dengan orang lain/ keluarga di tempat yang sama. Bakara dengan makna keluar di awal hari saat matahari belum terbit. seperti menggabung akhir malam dengan awal siang. Kabura bermakna besar, yang tak terjadi tanpa melalui proses sejak kecil, seperti orang menua tak mungkin langsung menjadi tua, ia pasti akan melalui fase-fase kehidupan.
Untuk kata rabaka, rakiba maupun karaba Anda bisa renungkan keterkaitan logika bahasanya dari arti masing-masing kata tersebut. Kesamaan makna dari huruf yang sama ini bisa ditelusuri melalui pembahasan isytiqaaq dalam ilmu sastra Arab.
3. Konteks Sosial
Kondisi sosial masyarakat Arab ikut berperan menjadikan suatu kata memiliki arti tertentu. Kata ja’far (جعفر) misalnya berarti sungai kecil (ada yang menyebut pula sungai besar).
Orang dinamakan Ja’far sebab kondisi masyarakat Arab saat itu senantiasa mencari sumber air, mengingat wilayah Arab kebanyakan berupa padang pasir. Penamaan Ja’far adalah harapan untuk memperoleh sumber air. Nama ini di masa awal Islam terdapat pada sahabat Ja’far bin Abi Thalib (w. 8 H di Perang Mu’tah).
Berikutnya kata quraisy (قريش). Banyak pendapat tentang nama ini. Quraisy berarti menghimpun dan usaha. Ini karena orang yang pertama disebut Quraisy, yaitu Fihr bin Malik bin Nadlar bin Kinaanah (versi lain menyebutkan Nadlar bin Kinaanah-lah yang disebut Quraisy) berprofesi sebagai pedagang. Quraish juga berarti Hiu, melambangkan keberanian Fihr melindungi kaumnya.
Sebuah istilah yang muncul akibat latarbelakang konteks sosial, misalnya kata al-sandarahالسندرة yang awalnya terambil dari nama wanita di masa Jahiliyah yang tangkas menakar sesuatu. Selanjutnya oleh masyarakat dikenal timbangan dengan nama sandarah. Kata sandarah sendiri populer justru saat Islam berada di Madinah, bukan di Mekkah.
Demikian pengantar untuk memasuki pemahaman bahasa Arab. Hal ini akan sangat membantu dalam pemahaman matan hadis, yang sangat dipengaruhi logika bahasa Arab ini.
Penulis : Ja’far Assagaf | sumber tulisan : wikihadis.id/