Penulis : Ust. Abdurrahman Kamil Assegaf, MPd.I. | Pengasuh Majelis Ta’lim Almawaddah, Ternate
Kata id diambil dari lafaz aada-ya’uudu-audatan-wa iidan yang artinya kembali. Sedangkan lafaz adha adalah bentuk lampau yaitu adha-yudhi-udhiyyatan yang artinya berkorban. Jadi, Idul Adha artinya perayaan yang dilakukan umat Islam untuk kembali kepada semangat pengorbanan (Kitab Lisanularab).
Salah satu ibadah yang dikerjakan pada bulan Zulhijah yakni udhiyyah (berkurban). Kata “udhiyyah” diambil dari kata “dhahwah”. Kata udhiyyah dinamakan dengan awal waktu pelaksanaannya, yaitu waktu dhuha. (Syekh Ibnu Hajar, Tuhfah al-Muhtaj: 9:400, Fathul Wahhab / Hamisy Hasyiyah al- Jamal ‘alaa Syarhil Manhaj, juz IV halaman 250, Daar Ihya at Turaats al ‘Arabi, Beirut: 22: 143).
Syekh Khatib Syarbini menyebutkan kurban adalah penyembelihan hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT di hari raya Idul Adha (10 Zulhijah) hingga akhir hari Tasyrik (13 Zulhijjah). (Syaikh Khatib Syirbini, Mughni al-Muhtaj 6/122; Syekh Ibrahim, kitab al-Bajuri II:295).
Pensyariatan kurban oleh para ulama adalah surah Alkautsar ayat 2 berikut;
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah).”
Sedangkan di antara hadis yang dijadikan dalil adalah hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik, dia berkata;
ضحى رسول الله صلى الله عليه وسلم بكبشين املحين اقرنين فرايته واضعا قدميه على صفاحها يسمي ويكبر فذبحها بيده
“Nabi Saw. berkurban dengan dua kambing gemuk dan bertanduk. Saya melihat Nabi Saw. meletakkan kedua kakinya di atas pundak kambing tersebut, kemudian Nabi Saw. Membaca basmalah, takbir dan menyembelih dengan tangannya sendiri.”
Juga hadis riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi Saw. bersabda;
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.”
Pendapat ulama mengenai hukum berqurban.
Telah terjadi perbedaan pendapat ulama tentang hukum berkurban. Sebagian ulama menyebutkan bahwa menyembelih hewan kurban hukumnya wajib bagi tiap muslim yang mukim untuk setiap tahun berulang kewajibannya. (Mughni Al-Muhtaj, 4: 282; Bidayatul Mujtahid, 1: 415; Al-Qawanin Al-Firhiyah, hal. 186; Al-Muhadzdzab, 1: 237).
Pendapat ini dipelopori oleh mazhab Abu Hanifah. Selain itu juga ada Rabi’ah, al-Laits bin Saad, al-Auza’I, at-Tsauri dan salah satu pendapat dari mazhab Maliki. Dasar pijakannya firman Allah SWT: “Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”. (QS. Al-Kautsar: 2).
Ayat tersebut ada kata amar (perintah) untuk berkurban, dalam ilmu ushul fiqh mutlak amar itu diperuntukkan wajib. Makanya, menurut mazhab ini wajib hukumnya berkurban. (Al-Lubab Syarhul Kitab: 3: 232 dan Al-Bada’i: 5: 62 ).
Sedangkan jumhur ulama (Mazhab Maliki, Hambali dan Syafi’i) berpendapat sunah muakkad berkurban seperti yang diutarakan oleh Syekh an-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ 8/385) tentang perbedaan pendapat mengenai hukum kurban. Pendapat ini yang dikemukakan oleh mayoritas ulama mazhab serta disokong oleh Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar.
Berhubung kita di Indonesia menganut madzhab as-Syafi’i maka hukumnya adalah sunnah muakkadah dan ini pendapat mayoritas para ulama.
Keutamaan berkurban di hari raya Idul Adha
Al Imam Ali ra mengatakan : “Barangsiapa berangkat dari rumah hendak membeli hewan qurban, maka setiap langkahnya memperoleh 10 kebaikan dan dihilangkannnya 10 keburukan, serta dinaikan 10 derajat.” (Jawahir Zadah)
“Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai oleh Allah dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir di tanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)
Dalam Zahrat al-Riyadh disebutkan bahwa suatu hari, Nabi Dawud bertanya kepada Allah, “Tuhan, sebesar apa pahala umat Muhammad yang melaksanakan kurban?.” Maka, Allah menjawab, “Aku berikan pahala kepadanya setiap bulu dari hewan kurbannya 10 kebaikan, Aku hapuskan 10 keburukan dan Aku angkat 10 derajat. Setiap satu bulu, akan Aku ganti menjadi istana di surga, seorang bidadari yang ayu dan kendaraan yang bersayap berkecepatan tinggi di surga. Tidakkah engkau tahu hai Dawud, bahwa ibadah kurban adalah karunia-Ku dan dapat menghapus kesalahan-kesalahan?”