Barometer Sosial Manfaat Ilmu; Integrasi dan Sinergi Praktis-Teoritis

Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA

Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia bidang Riset dan Pengembangan Ilmu | Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia bidang Pendidikan Agama dan Budaya |  jafar.assagaf@uin-suka.ac.id


Suatu ketika sahabat datang dan bertanya pada Nabi suci Muhammad saw tentang orang yang paling dicintai Allah swt dan amalan yang paling dicintai oleh-Nya, lalu Nabi suci saw menjawab:

…أحب الناس إلى الله تعالى أنفعهم للناس وأحب الأعمال إلى الله سرور تدخله على مسلم ، أو تكشف عنه كربة ، أو تقضي عنه دينا ، أو تطرد عنه جوعا…

Artinya: “… orang yang paling dicintai oleh Allah swt adalah yang memberikan manfaat pada orang lain, dan amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah memasukkan (menyebabkan) kegembiraan atas muslim,atau menghilangkan darinya kesulitan, atau melunasi hutangnya, atau ditolak darinya kelaparan…

Riwayat di atas memiliki jalur dari sahabat Ibn ‘Umar ra (w. 74 H), namun lebih popular dikenal dari sahabat Jabir al-Anshariy ra (w. 78 H) dengan ungkapan:

 خير الناس أنفعهم للناس

Keduanya adalah riwayat imam al-Thabaraniy (w. 360 H), yang oleh sebagian ulama dinilai lemah. Menurut al-Sakhawiy (w. 902 H) sesungguhnya hadis tersebut saling menguatkan (jadi tidak lemah setidaknya hasan menurut Bari‘ Irfan Taufiq dalam Kunuz al-Sunnah al-Nabawiyyah), sebab terdapat dalam riwayat al-Thabaraniy lainnya, Abu Nu’aim (w. 430 H), al-Baihaqiy (w. 458 H) dalam Syu’ab dari sahabat Ibn Mas’ud (w. 32 H) dengan redaksi berikut:

الخلق كلهم عيال الله. فأحب الخلق إلى الله من أحسن إلى عياله

Artinya: ciptaan, semua mereka (itu) adalah keluarga Allah swt. maka ciptaan yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang berbuat baik pada keluarganya.

Menurut murid Ibn Hajar (w. 852 H) tersebut, mengutip pendapat al-‘Askariy (w. ± 395 H), bahwa ungkapan keluarga merupakan metaforis dan menjadi luas maknanya seolah Allah swt menjamin rizki hamba-hambaNya dan mencukupi bagi mereka, maka ciptaan tersebut seperti keluarga bagi-Nya (al-Sakhawiy, 1986). Dari tiga riwayat tersebut dapat diambil kandungannya yaitu semua manusia adalah satu keluarga, dan mereka yang paling dicintai oleh Allah swt adalah mereka yang paling bermanfaat dengan cara berbuat baik pada sesama manusia yang tak lain adalah keluarganya sendiri.

Teks-teks hadis di atas, mengungkap tentang konsep hidup sejati bagi siapapun yaitu memberi manfaat pada orang lain yang dicontohkan dengan beberapa cara praktis yaitu menggembirakan, menghilangkan kesulitan, membayar hutang orang lain dan menolak lapar dari orang lain dengan cara memberi ia makan atau memberikan modal agar orang tersebut berusaha sehingga kelaparan terhindar darinya.       

Berpijak dari berbagai riwayat tersebut, maka sebuah barometer manfaat akan lebih tepat dan efisien bila disertai dengan ilmu. Ilmu untuk membuat orang bergembira, ilmu untuk membuat orang dapat menghilangkan kesulitannya, ilmu tentang cara membayar atau melunasi hutang dan ilmu agar orang tidak mengalami kelaparan. Dalam proses sebagai sebuah ilmu berdasar metode ilmiah yang melahirkan ilmu ekonomi misalnya, tentu akan berbeda dengan tindakan langsung yang bersifat pragmatis dari sebuah kepedulian sosial seperti bunyi teks-teks hadis di atas.

Dalam salah satu karyanya, Ali Syari’ati (w. 1977 M) yang sering disebut tokoh kiri; sosialis Islam, mengilustrasikan tentang manfaat sebuah ilmu untuk masyarakat sosial sebagai capaian yang ditujuan dari ilmu tersebut. Ilustrasi tentang Abu Dzar al-Ghifari (w. 33 H) dan Ibn Sina (w. 428 H), menurut Syari’ati, saat Ibn Sina wafat, yang menangisinya adalah ilmuwan dan pustakawan, tetapi bilamana Abu Dzar al-Ghifari yang wafat maka orang-orang miskin, proletar, rakyat jelata dan atau mustadh ‘afîn akan menangisinya.

Apa yang diceramahkan Syari’ati tersebut pada prinsipnya ingin memberikan penegasan barometer sosial manfaat sebuah ilmu, tepatnya ilmu yang langsung dirasakan manfaatnya oleh orang-orang kecil. Akan tetapi pemetaan Syari’ati tersebut tidak harus dipahami sebagai sebuah dikotomi secara kaku, dengan demikian hal tersebut tidaklah berarti menafikan manfaat sosial lain yang diproduksi oleh orang-orang dalam komunitas barisan Ibn Sina, sebab barometer dimaksud tidak hanya berpijak pada kedisinian, kekinian dan kebutuhan dalam jangka pendek, namun ada manfaat dari sebuah ilmu dalam jangka yang panjang yang biasanya merupakan hasil dari komunitas Ibn Sina tersebut.

Barometer sosial manfaat sebuah ilmu dapat dibagi menjadi dua bagian: pertama, ilmu-ilmu praktis yang langsung dipakai dan ilmu-ilmu teoritis yang dapat dipakai bila telah menemukan sebuah hasil yang cukup memberikan manfaat secara sosial. Keduanya tetap bergerak dalam ranah yang satu yaitu kemanfaatan, kegunaan kepada masyarakat sosial, namun capaian kemanfaan tersebut tidaklah sama; kedua, meski ilmu-ilmu praktis yang terkesan dipakai secara langsung, namun hal tersebut tentu berdasar teori setidaknya asumsi sementara tentang dampak bahkan manfaat yang akan muncul dari ilmu-ilmu tadi.

Simbol Abu Dzar menegaskan sebuah pergerakan berasal dari ilmu yang telah diyakini memiliki otoritas, atau teori yang dinilai telah mapan untuk segera dipraktekkan sebagai bentuk tanggung jawab. Selain bawaan seorang praktisi ilmu, juga sebagai seorang peduli maka komunitas ini akan menyuarakan langsung tentang hal-hal yang berkaitan dengan sosial, kemiskinan, kebodohan, pelanggaran HAM dan sebagainya yang dianggap melenceng dan merugikan masyarakat umum. Hal tersebut berpijak dari tanggung jawab sebagai seorang manusia yang senantiasa bertugas menebarkan kemaslahatan dan memberikan kemanfaatan meski jalan yang ditempuh terkadang penuh rintangan. Kunci dari ilmu di bagian ini adalah manfaat praktis yang dapat diambil contoh kecilnya dari hadis riwayat Muslim:

قال أبو الزبير وسمعت جابر بن عبدالله يقول لدغت رجلا منا عقرب ونحن جلوس مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال رجل يا رسول الله أرقي ؟ قال من استطاع منكم أن ينفع أخاه فليفعل

Artinya: “… berkata Abu Zubair (w. 128 H) dan aku mendengar Jabir bin Abdillah al-Anshariy (w. 78 H) berkata:kalajengking telah menyengat salah satu dari kami (sementara) kami duduk bersama Rasulullah suci saw, lalu seseorang berkata, ya Rasul Allah, (bolehkah) aku meruqyahnya ? Nabi suci saw bersabda: “siapapun yang mampu memberikan manfaat pada saudaranya maka lakukanlah”

Meruqyah dalam konteks hadis di atas berdasar ayat-ayat al-Qur’an sebagai ilmu yang telah sahabat peroleh langsung dari Nabi suci saw dan ilmu tersebut dapat dimanfaatkan dengan segera.

Meski pribadi Abu Dzar secara khusus memang tak silau dengan harta, apalagi jabatan, namun komunitas kelompok ini tentu tidak terlarang untuk menerima sekedar upah dari usaha mereka walau tujuannya bukan itu. Konteks ini dapat dilihat di kisah sebagian sahabat ra yang menerima upah sebagai konsekwensi atas bantuan mereka yang berdasar ilmu; meruqyah kepada orang sakit dengan membaca ayat al-Qur’an seperti dalam riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri ra (w. 74 H).

Adaapun simbol Ibn Sina, menegaskan keilmuwan komunitas ini akan berproses dari sebuah pengetahuan menjadi ilmu yang lengkap dengan teori, diawali dengan pengembangan melalui aneka eksperimen sehingga memunculkan sebuah teori yang mapan dan dapat memberi manfaat bagi umat manusia secara menyeluruh. Komunitas kelompok ini memang pada dasarnya bekerja tidak berada secara langsung di lapangan namun fenomena dan gejala lapangan (baik yang terkait dengan ilmu alam, sosial dan bahkan humanirora) akan dipakai untuk dikembangan dan selanjutnya mereka akan melakukan eksperimen dalam laboratorium-laboratorium khusus mereka. Dengan jangka waktu tertentu, yang kadang memakan waktu cukup panjang, namun pada akhirnya muncullah sebuah teori yang dapat berlaku universal untuk kasus-kasus spesifik, sebuah temuan teori yang bersifat deduktif untuk kasus induktif. Terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan hadis berisi tentang sesuatu itu berproses, salah satunya QS: al-Insyiqaq; 19, yang dikomentari oleh Ibn ‘Abbas ra (w. 68 H) bahwa ayat ini tafsirannya dari Nabi suci saw yaitu merujuk pada suatu kondisi/keadaan setelah keaadaan (lain yang telah diselesaikan) (al-Bukhari, III, 1995). Konsep proses inilah yang menjadi batu pijakan komunitas Ibn Sina untuk tekun dengan sabar memilih, menyeleksi, menguji dan menghasilkan sebuah teori ilmu. 

Ibn Sina, secara pribadi, terlepas dari kritikan yang disemayatkan kepadanya dari al-Ghazali (w. 505 H), Ibn Shalah (w. 643 H) dan lainnya, namun dibela oleh Ibn Khallikan al-Syafi’iy (w. 681 H) dalam Wafayat al-‘Ayan, adalah seorang peneliti sejati melalui ragam eksperimen yang melahirkan karya monumentalnya al-Qanun fi al-Thib dan al-Syifa. Metode dan jalannya melalui proses yang cukup panjang, sampai terkesan kalau komunitas ini ‘menyendiri’ dan bahkan dinilai anti sosial seperti yang diilustrasikan Syari’ati kalau kematian mereka hanya akan ditangisi oleh ilmuwan dan pustakawan, padahal tidak demikian sebab apa yang mereka hasilkan merupakan bagian yang akan membawa manfaat bagi masyarakat sosial secara umum.

Kedua komunitas di atas, tentu tidak perlu dipertentangkan sebab keduanya dapat diintegrasikan dan bersinergi guna mencapai tujuan yang sama, bahwa ilmu haruslah bermanfaat. Komunitas Abu Dzar memanfaatkan hasil kerja kelompok Ibn Sina yang dinilai telah mapan dari aspek ilmunya, sementara komuintas Ibn Sina memperoleh fenomena, data dan fakta atas ‘pergerakan sosial berdasar ilmu’ dari komunitas Abu Dzar di lapangan. Keduanya akan menjadikan sebuah ilmu tidak hanya bermanfaat pada pihak lain, namun juga pada diri sendiri yang menjadi titik tolak nilai moral dan tanggung jawab keilmuan Islam yaitu menjadi contoh yang baik.

ilustrasi : ivory tower, dialogilmu.com

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com