Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia bidang Riset dan Pengembangan Ilmu | jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Hari-hari terakhir menjelang berakhirnya Euro 2020, semakin menarik untuk dianalisis, baik tentang siapa yang akan keluar sebagai juara kali ini di piala Eropa maupun strategi susunan pemain dan taktik yang dipakai saat bertarung di lapangan hijau.
Dalam kajian studi Islam (al-Qur’an, Hadis dan Sejarah), ada hal menarik terkait pertandingan final antara Itali vs Inggris nanti pada 12 Juli 2021 waktu Indonesia. Kepemimpinan dalam sebuah keseblasan ditangani oleh seorang kapten lapangan sebuah tim sepakbola. Kapten memiliki tugas mengatur secara langsung melalui perintah, arahan dan bahkan teguran agar keadaan dan strategi timnya bagus dan kemenangan dapat diperoleh. Sebuah kondisi yang tak bisa dilakukan oleh seorang pelatih saat permainan berlangsung, kecuali ada jeda waktu saat pelanggaran, pergantian pemain atau mungkin pelatih hanya bisa berteriak-teriak dari luar lapangan.
Model kepemimpinan sang kapten sepakbola, khususnya pertandingan final Euro 2020 nanti akan melahirkan sebuah sejarah baru, baik di pihak Itali maupun Inggris. Pengulangan sejarah dapat terjadi pada Itali bila kembali menjadi juara sejak 1968 M, hal yang berbeda dengan Inggris yang tak pernah menjadi juara Piala Eropa. Pada kondisi tertentu Itali dan Ingris secara bersama-sama bahkan dapat menciptakan sejarah baru sebagai juara Euro 2020 selain yang telah disebutkan yaitu ketika adu penalti.
Dalam studi Islam setidaknya terdapat dua model yaitu kepemimpinan dalam konteks kreasi mandiri, pergerakan mereka yang dipimpin serta kepemimpinan yang tetap tanpa kreasi dalam kondisi tertentu. Al-Qur’an menceriterakan perintah Nabi Ya’qub asw (‘alaihi al-shalatu wa al-salam) kepada anak-anaknya agar memasuki negeri Mesir saat Nabi Yusuf asw berkuasa dari pintu yang berbeda-beda (QS:Yusuf; 68) dan hadis tentang imam dijadikan untuk diikuti (al-Bukhari, I, 1995) serta kepemimpinan Rasulullah suci saw dan kepeimimpinan Abdullah bin Jubair (w. 3 H) di gunung Uhud (al-Bukhari, III, 1995; Ibn Hisyam, III, 2004) adalah tiga model kepemimpinan dimana terdapat persamaan maupun perbedaan.
Konteks kepemimpinan Nabi Ya’qub asw memberikan keleluasaan pada anak-anaknya untuk berkreasi sendiri-sendiri, yang penting mereka bisa sampai di istana Nabi Yusuf asw (saudara mereka), sementara kepemimpinan imam dalam shalat merupakan kepemimpinan yang statis tidak boleh berkreasi, sebab makmum tidak memiliki hak interupsi kecuali saat imam lupa atau salah (sahw atau khata’ dalam bahasa fiqh) apalagi berkreasi. Kepemimpinan Rasulullah suci saw di bawah gunung Uhud terhadap kaum Muslim mirip dengan kasus perintah Nabi Ya’qub asw tersebut, meski untuk pasukan yang berada di atas gunung Uhud Nabi suci saw memberikan ‘secara utuh’ kepada Abdullah bin Jubair model kepemimpinan yang statis tidak boleh berkreasi turun meski telah menang.
Pemaparan melalui studi Islam di atas, mengantarkan kita pada kepemimpinan sang Kapten di lapangan terhadap teman-teman timnya yang bersifat lebih dinamis, brekreasi meski tujuannya satu adalah kemenangan. Para pemain di lapangan diatur oleh sang kapten, penyerang, gelandang maupun bek berada pada posisi masing-masing, tetapi mereka memiliki kesempatan berkreasi dan bila diperoleh tak mustahil seorang bek menciptakan gol kemenangan.
Terkait dengan final Euro 2020 nanti, sang kapten akan mengatur strategi bersama timnya, dan terpenting di lapangan ia harus bisa menjadi contoh terbaik terutama saat terjadi adu pinalti. Pinalti adalah kata yang selalu dihindari semua tim, namun bila skor kedua tim sama meski sudah terjadi babak tambahan, maka penalti adalah jalan keluarnya. Saat terjadi adu pinalti bahkan tendangan penalti di waktu pertandingan normal akibat pelanggaran, biasanya lebih banyak diserahkan pada sang kapten sebagai eksekutor awal. Kedua tim final Itali vs Inggris akan menciptakan sejarah baru dalam adu pinalti nanti. Bagi Itali bila menang melalui penalti di final akan menjadi sejarah baru bahwa Itali adalah satu-satunya tim yang dapat lolos dua kali adu penalti berturut-turut dalam ajang pertandingan Euro yang sama. Sementara bagi Inggris, bila menjadi juara selain menciptakan juara euro baru, Inggris menobatkan diri dan dapat berbangga kalau dia telah terbebas dari ‘kutukan sejarah’ kalah melalui penalti.
Tendangan Harry Kane sang Kapten dari kotak penalti saat melawan Denmark (8/7/2021), meski akhirnya gol setelah bola tersebut tak mampu dijauhkan oleh Kasper Schmeichel dari gawangnya, lalu diterobos lagi oleh sang Kapten Inggris tersebut, masih menyisakan pertanyaan tentang kesiapan psikologi tim Inggris di final bila terjadi adu pinalti dengan Itali. Kapten adalah patokan timnya, bila tidak siap bahkan gagal maka tak mustahil beban psikologi itu tetap ada di tim tiga macan, sebab penalti tidak hanya untung-untungan belaka, tapi kesiapan mental dan ‘hantu sejarah’ tetap menjadi faktor penentu.