Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia bidang Riset dan Pengembangan Ilmu | Wakil Ketua bidang Pendidikan Agama dan Budaya Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah; email | jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Nasehat merupakan kata yang kerap kali terdengar dalam kehidupan sehari-hari, baik saat bersama orang tua, guru, teman dan lainnya. Kata nasehat dalam al-Qur’an dan hadis memiliki arti arti yang sama atau bermiripan. Al-Isfihani (w. 503 H) menyatakan nasehat adalah menyeleksi dan mencari perbuatan atau perkataan yang di dalamnya mengandung kebaikan pada orangnya (t.th), sementara Majduddin Ibn al-Atsir (w. 606 H) mendefinisikan nasehat adalah kalimat yang diungkap dengannya sejumlah keinginan baik terhadap yang dinasehati untuknya (V, 1979).
Agama adalah nasehat merupakan ungkapan populer yang berasal dari hadis Nabi suci Muhammad saw yang diriwayatkan oleh sahabat Tamim al-Dariy (w. ± 40 H) dalam shahih Muslim:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الدين النصيحة
قلنا : لمن؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين، وعامتهم
Artinya: “… sungguh Nabi suci saw bersabda: ‘agama adalah nasehat’. Kami (sahabat) bertanya: ‘ untuk siapa ? Nabi suci saw menjawab: ‘ (nasehat) untuk Allah, untuk Kitab-Nya, rasul-Nya, dan untuk pemimpin kaum Muslim serta untuk semua mereka (rakyat).
Imam al-Nawawiy (w. 676 H) dengan mengutip al-Khattabiy (w. 388 H) menjelaskan di antara maksud hadis tersebut, yaitu nasehat untuk Allah adalah mensucikannya; tidak mengingkarinya (meniadakan tuhan; atheis), dan tidak menyekutukannya. Secara substansi nasehat tersebut kembali kepada hamba-Nya untuk menasehati dirinya sendiri. Nasehat untuk kitab Allah yaitu percaya bahwa itu adalah firman Allah swt, membaca, mempelajari, berfikir dan mengamalkannya, sedangkan nasehat untuk nabi-nya yaitu beriman dengan risalah yang dibawa oleh nabi, menghidupkan jalan dan sunnahnya, berakhlaq dengan akhlaqnya dan sebagainya. Adapun nasehat untuk para pemimpin yaitu menolong mereka dalam kebenaran, taat pada mereka, memperingati mereka dengan lemah lembut jika salah, tidak boleh memberontak pada mereka tapi semestinya melembutkan hati orang-orang agra ikut menaati mereka. Nasehat bagi semua orang adalah menunjuki bagi kemaslahatan mereka, mengajarkan mereka tentang agama mereka, membantu mereka dalam berucap dan bertindak, menolak kemudharan dari mereka dan bahkan mendatangkan kebaikain buat mereka serta menyayangi mereka, dan lain sebagainya (jilid I, vol I, 2000).
Uraian di atas merupakan rambu-rambu utama sebuah nasehat bagi siapapun. Di masa pandemi terutama PPKM, aktualisasi hadis di atas akan sangat terasa bersentuhan langsung dengan pemimpin dan rakyatnya agar bersama-sama membangun saling pengertian, saling menaati, saling menghormati, saling berempati, dan saling meyayangi terlebih bangsa indonesia dikenal masyarakat yang baik dan ramah dalam bergaul. Memang di masa PPKM terasa amat sulit menjalankan kewajiban dalam mencari nafkah bagi mereka yang pekerjaan sehari-harinya bersentuhan langsung dengan kondisi lapangan yaitu pedagang kecil sementara petugas berusaha menjalankan tugas agar penularan covid tidak menjadi tsunami seperti di India.
Faktor ekonomi dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat penting di masa PPKM ini, sebab itu keduanya harus mampu diseimbangkan agar pendapatan ekonomi rakyat kecil yang harus memenuhi kebutuhan keseharian mereka dari makanan sampai pada tagihan-tagihan pokok dapat teratasi meski tidak maksimal. Dari aspek kesehatan, lonjakan penderita covid 19 telah menjadikan sebagian tenaga medis menjadi korban dan fasilitas kesehatan tak mampu lagi menampung pasien bahkan mereka yang datang berobat bukan karena covid juga tak memprroleh layanan sebagaimana mestinya.
Kondisi demikian membutuhkan sinergisitas antara nasehat untuk pemimpin dan mereka yang terlibat dalam menjalankan tugas dan nasehat untuk masyarakat. Tujuan pemerintah sudah pasti baik demi kemaslahatan rakyatnya, bahkan bantuan telah diberikan pada masyarakat yang berhak (meski masih ada yang konon tidak tepat atau salah sasaran). Walaupun tidak seluruhnya tapi hal tersebut cukup membantu, oleh sebab itu pengaturan jam saat berjualan sesunguhnya tidak bermaksud mengurangi angka pendapatan meski hal itu pasti akan terjadi. Hal-hal seperti secara sadar sebenarnya dapat diatasi misalnya tempat jualan yang biasa buka di jam 17.00 mungkin dapat dibuka lebih awal di jam 15.00 dan diakhir pada jam 20.00. Pembiasaan ini akan menjadikan masyrakat sebagai pembeli juga akan terbiasa dengan hal yang baru selama pandemi. Apalagi pembelian semacam itu di masa PPKM tidak dibperbolehkan makan di tempat melainkan pesan dan di bawa pulang.
Petugas yang menjalankan kewajbannya dan berfungsi sebagai wakil dari pemimpin dalam menyelesaikan hal-hal yang ada di lapangan lebih harus ‘mengekstrakan’ rasa kasih sayang, sabar dalam menghadapi masyarakat, sebab sebagian masyarakat sekarang ini dalam keadaan lemah secara ekonomi. Mereka terkadang berfikir pada hal-hal yang riil seperti rasa lapar dan kebutuhan sehari-hari lainnya, dan bukan pada hal yang tak terlihat meski ada seperti covid. Hal ini dalam skala tertentu adalah wajar sebab manusia pun berasal dari materi (benda) maka ia akan lebih bergantung pada benda yang nyata ketimbang benda yang tidak nyata, meski yang tidak nyata itu tetap ada (renungkan QS: al-A’raf; 143 tentang keinginan Nabi Musa asw melihat Allah swt).
Fungsi agama sebagai nasehat perlu digalakkan dan dipraktekkan dalam kehidupan terutama di masa pandemi. Bukankah bagian dari penggunaan kata nasehat (nasih al-’asal) adalah madu yang baik (asli) ? ia dapat bermanfaat untuk siapapun.
wa Allâhu a ‘lam bi al-shawâb