Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU & Wakil Ketua bidang Pendidikan Agama dan Budaya Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Setiap orang tentu dalam hidupnya pasti pernah menjadi ‘pelayan’ untuk melayani hal tertentu atau melayani kepentingan individu maupun kelompok bahkan masyarakat luas. Pelayanan adalah cara atau metode dalam melayani. Pelayanan mengarah pada usaha untuk melayani kebutuhan orang lain; publik dan terkadang disertai dengan memperoleh upah/uang dari layanan tersebut. Unsur utama dalam pelayanan adalah kemudahan seperti tertera dalam KBBI online.
Pelayanan dari aspek penyedianya dapat dibagi menjadi dua, pertama, pemerintah, kedua, individu atau kelompok tertentu yang terikat dengan aturan dan pantauan pemerintah. Pelayanan publik diberikan oleh seseorang atau kelompok tertentu seperti grup usaha, PT (perseroan terbatas) yang terdiri dari beberapa penanam saham, atau model lainnya dari pelayanan publik. Dalam konteks pelayanan yang kedua tersebut, pemerintah tetap ikut bertanggung jawab kepada publik meski tidak secara langsung. Hal tersebut direalisasikan melalui kontrol terhadap pelayanan yang diberikan agar masyarakat tidak merasa dirugikan dan bahkan harusnya mereka merasa puas saat memperoleh layanan itu.
Sementara itu dari aspek pengguna layanan publik, hal tersebut juga dapat dibagi menjadi dua yaitu layanan yang berbayar dan layanan yang tidak berbayar. Secara umum penggunaan jasa yang tidak berbayar seperti layanan kesehatan (JAMKESMAS), pendidikan dan lainnya diberikan secara gratis kepada masyarakat tertentu. Dalam mengelola layanan publik tersebut, pemerintah membuat undang-undang agar teratur, tertib dan tidak ada pihak yang dirugikan, baik pengguna jasa layanan maupun penyedia layanan tersebut.
Fasilitas-fasilitas umum seperti halte bus, terminal, stasiun, bandara, pelabuhan dan sebagainya disediakan oleh pemerintah melalui pajak dan pendapatan lainnya untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi kebutuhan masyarakat.
Pernak-pernik pelayanan publik sudah pasti akan memperoleh hasil yang maksimal bila memenuhi kualifikasi tertentu. Dapat disebutkan ada tiga landasan utama dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pertama, kejujuran. Dalam konteks ini kejujuran tidak hanya sebuah slogan dan isapan jempol, tetapi berbentuk nyata dan lebih tertata misalnya melakukan kontrol (controling) untuk memeriksa kesalahan bahkan ‘tipuan’ saat memberikan layanan, guna mengambil tindakan korektif. Suatu ketika Nabi suci Muhammad saw pergi ke pasar untuk mengontrol harga dan kualitas barang yang dijual, lalu ditemukan barang yang dijual di bagian atas nampak bagus, tetapi pada bagian bawah barang yang tersembunyi ternyata tidak baik (sudah busuk), lalu Nabi suci saw bersabda:
من غشّ فليس منّي (رواه مسلم)
artinya: “siapa yang menipu, maka ia bukan dari (umat) ku”
Kedua, profesionalisme. Suatu pelayanan akan dinikmati oleh penggunanya bila mereka yang melayani adalah tenaga yang profesional dari aspek kualitas, etika, dan etos kerja. Ketiga aspek ini menyatu dalam ilustrasi hadis riwayat Abu Ya’la al-Mushiliy (w. 307 H):
إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه
artinya: “sungguh Allah senantiasa mencintai bila salah satu dari kalian mengerjakan suatu pekerjaan, ia (mengerjakan dengan) meyakinkan”.
Abd Ra’uf Al-Munawiy al-Syafi’iy (w. 1030/1 H) menjelaskan kontkes mengerjakan dengan meyakinkan misalnya pengrajin yang Allah anugerahkan padanya, bisa membuat gambar, peralatan (mesin), jumlah (hitungan) -dalam konteks modern masuk pada perbankan, saham dan semisalnya- tentu dia mengerjakan apa yang telah Allah ajarkan padanya dengan meyakinkan; terkait kualitas, dan etos kerja, serta baik secara etika dengan tujuan memberi manfaat pada makhluq Allah; orang yang menggunakan jasanya tersebut. Tentu penyediaan fasilitas publik yang layak dipakai juga masuk dalam kategori profesionalitas mereka yang menyediakan fasilitas itu.
Ketiga, kemudahan. Dalam konteks urusan apapun, seyogyanya diselesaikan dengan cara-cara yang mudah. Ungkapan kalau ada yang sulit kenapa dipermudah harus dirubah total dengan ungkapan dan praktek keseharian bahwa kalau ada yang mudah kenapa dipersulit dengan ketentuan tidak melanggar hukum dan hak orang lain. Administrasi yang terkadang berbelit masih mewarnai dalam pelayanan publik, meski sudah banyak pula di masa kini dapat diakses dengan mudah. Ilustrasi mengenai kemudahan dapat dipetik dalam hadis populer yang shahih, yaitu permudahlah dan jangan mempersulit dan saat mempraktekkannya tidak saklek seperti ungkapan hadis riwayat al-Bukhari dari sahabat Jabir bin Abdillah al-Anshariy ra (w. 78 H):
رحم الله رجلا سمحا إذا باع ، وإذا اشترى ، وإذا اقتضى
Artinya: “ Allah (pasti) merahmati seseorang yang bersikap toleran (tidak saklek, tidak mempersulit) bila ia berjualan, membeli dan bila ia memutuskan.”
wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb …
ilustrasi : coe.int