Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU dan Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Cinta termasuk salah satu kata yang mungkin banyak sekali dibicarakan dalam kehidupan umat manusia, meski dalam praktiknya dapat beragam dengan aneka warna dan bahkan alasan. Cinta mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu yang nampak terlihat mustahil di mata kebanyakan orang, sebab dorongan cinta akan sangat kuat menjadikan pecinta sanggup melakukan hal yang terlihat tidak mungkin tersebut. Cinta di dalamnya mengandung perasaan suka dan sayang serta rindu pada sesuatu. Menurut imam al-Nawawiy (w. 676 H), cinta adalah sebuah kecondongan pada apa yang sesuai (disukai) oleh pecinta. Kecondongan tersebut melalui inderawi seperti keelokan, atau keutamaan dan kesempurnaan dari sebuah perbuatan dan dapat juga berupa kebaikan seperti memberi manfaat atau menolak bahaya, yang dalam bahasa milineal yaitu pengorbanan.
Cinta (الحبّ) akan diketahui oleh yang dicintai bila diungkapkan dengan kata-kata sebagai langkah awal yang meyakinkan. Dalam konteks apapun cinta membutuhkan deklarasi yang ringkas dan jelas meski terkadang membutuhkan bait bait syair panjang bagi mereka yang telah tenggelam dalam al-‘isyq. Pasangan muda-mudi dalam tahap awal akan banyak mendeklarasikan cinta tersebut dalam bentuk ucapan. Hal tersebut tidaklah keliru sebab kondisi keduanya berada dalam keadaan suka dan gembira.
Dalam al-Adab al-Mufrad karya al-Bukhariy, Abu Daud dan al-Turmudziy dalam Sunan kedunya serta beberapa riwayat lainnya dari sahabat al-Miqdam bin Ma‘dikarb al-Kindiy (w. 87 H) dari Rasulullah suci saw bersabda:
إذا أحب الرجل أخاه فليخبره أنه يحبه
Artinya: “bila seseorang mencintai saudaranya, maka hendaklah ia memberitahukan (mendaklarasikan) bahwa ia mencintai nya (saudaranya tersebut).
Hadis ini memuat tentang cara membuktikan cinta, salah satunya dengan mendeklarasikannya di hadapan orang yang dicntai. Deklarasi cinta berpotensi menghasilkan setidaknya tiga hal menurut al-Mubarakfuriy (w. 1353 H). Pertama, hati orang yang memperoleh deklarasi cinta tersebut akan condong dan bahkan dapat mendatangkan kasih sayang kepada pengucapnya. Setiap orang pasti ingin dicintai, dan bahwa deklarasi cinta yang iya peroleh dari orang lain meski hanya dalam bentuk ucapan itu akan sangat berarti. Dalam konteks ini, terdapat muatan psikologi kalau ucapan dapat mempengaruhi perasaan orang lain; kedua, berpotensi untuk ‘menyatu’ (hatinya) dan hilang perselisihan. Deklarasi cinta seseorang kepada orang lain secara terang-terangan dapat secara langsung meredam apa yang pernah terjadi di antara keduanya; ketiga, sebagian ulama menambakan kalau deklarasi cinta akan menyambung silaturahmi seperti dinukil oleh al-Sakhawiy (w. 902 H).
Ketiga faedah tersebut tentu akan sangat berarti bila deklarasi cinta disertai dengan perbuatan sebagai bukti nyata, sehingga bukan sekedar ucapan kosong yang tidak bermakna seperti muda-mudi yang lagi mengalami fase cinta monyet. Dalam hadis tersebut, diceriterakan bagaimana seorang sahabat menyampaikan hadis tersebut kepada Mujahid bin Jabr (w. 103/4 H) -seorang tabi’in- sembari berusaha mencari jodoh untuknya.
Dalam kutipan di atas, dapat dinyatakan deklarasi cinta, melalui dua tahapan yaitu tahapan ucapan dan tahapan perbuatan sebagai bukti cinta. Saat tahapan ucapan, deklarasi itu untuk mendorong psikis orang yang dicintai agar kembali kepada pengucap bila keduanya berselisih, dan melalui perbuatan adalah bukti untuk menanamkan secara mendalam cinta di antara keduanya dalam konteks kebaikan. Sejalan dengan tahapan kedua, QS: ali Imran; 31 menyatakan bukti kecintaan pada Allah swt adalah dengan cara mengikuti Rasul suci saw.
Dalam kehidupan terkadang didapati tahapan pertama tersebut tidak dibarengi dengan tahapan kedua, atau sebaliknya, meski tahapan kedua terkadang tidak terlalu membutuhkan tahapan pertama seperti sambutan sahabat Talhah bin ‘Ubaidillah (w. 36 H) saat Ka’ab bin Malik (w. 50/1 H) datang ke masjid setelah diterima taubatnya, mampu membuat dan menanamkan memori panjang dalam diri Ka’ab tentang kebaikan Talhah, maka bagaimana dengan ucapan yang disertai perbuatan sebagai deklarasi cinta sempurna ?
wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb …
ilustrasi : pixabay/antaranews.com