Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU dan Wakil Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Kaum muslim tidak asing lagi dengan hadis Rasulullah suci saw yang menyatakan bahwa amalan paling utama adalah shalat pada waktunya. Hadis yang bersumber dari sahabat Ibn Mas’ud (w. 32 H) dalam riwayat al-Bukhari (I, 1994) menjadikan ulama berpendapat kalau shalat adalah amalan paling utama dibandingkan dengan amalan lainnya; seperti puasa, zakat maupun haji. Akan tetapi pendapat tersebut merupakan pendapat mayoritas dan itu berarti bukan konsensus (ijma‘). Ternyata ada ulama yang menyatakan kalau amalan yang paling utama adalah puasa (Ibn Hajar, IV, 2000).
Tulisan ini tidak akan membahas mana argumentasi yang paling kuat tentang amalan yang paling utama, melainkan berusaha melihat perspektif ulama yang menyatakan puasa adalah amalan yang paling utama dan kemungkinan alasan mereka. Secara mendasar, puasa diperintahkan dalam al-Qur’an (al-Baqarah: 183) merujuk pada kata kutiba alaikum al-shiyamu menunjukkan bahwa puasa adalah kewajiban setiap orang beriman, bahkan umat sebelum Nabi suci saw juga melaksanakannya. Tetapi ayat tersebut belum cukup untuk membuktikan kalau puasa adalah amalan paling utama. Dalam konteks ini, hadis dijadikan sebagai landasannya. Imam al-Nasa’i (w. 303 H) meriwayatakan dari Abi Umamah al-Bahiliy (w. 86 H) bahwa ia bertanya pada Rasul suci saw:
يا رسول الله مرني بأمر ينفعني الله به قال عليك بالصيام فإنه لا مثل له
Artinya: “ ya Rasul Allah, perintahkan padaku dengan satu hal (yang senantiasa) Allah swt (memberi) manfaat padaku dengannya (hal itu). Nabi bersabda: ‘hendaklah engkau berpuasa, sesungguhnya tidak ada (amalan) yang semisal (sebanding) untuknya (ibadah puasa dan pahalanya)”. (al-Nasa’i, IV, 1999)
Hadis ini menjadi dasar sehingga Ibn ‘Abd al-Barr al-Malikiy (w. 463 H) mengisyaratkan tentang kutamaan puasa dibanding amalan lainnya. Selain hadis tersebut, terdapat hadis lain yang menjadi komparatif perbandingan pahala puasa dengan pahala amalan lainnya. al-Nasa’i meriwayatkan dari Ali kw (w. 40), Rasul suci saw bersabda dalam hadis qudsi:
…إن الله تبارك وتعالى يقول الصوم لي وأنا أجزي به
Artinya: “Sungguh Allah tabaraka wa ta‘ala berfirman: puasa untuk-Ku dan Aku yang memberi balasan (pahala) dengannya (puasa itu kepada mereka yang berpuasa)”
Imam al-Suyuthi (w. 911 H) menjelaskan bahwa semua amalan itu hanya untuk Allah, maka apa sebenarnya maksud dari hadis tersebut ? Pakar tafsir dan hadis berasal dari Mesir itu menjelaskan setidaknya ada beberapa hal yang dipahami dari hadis di atas.
Pertama, puasa adalah ibadah yang tidak tersentuh oleh riya. Amalan lain dapat dilihat oleh siapapun ketika mengerjakannya misalnya shalat. Seseorang tanpa harus menyatakan kepada orang lain pasti dapat dilihat saat ia shalat. Kondisi ini berbeda dengan puasa, selama ia tidak berkata pada orang lain atau menunjukkan gerak-gerik orang yang seang berpuasa misalnya capek, lemas dan lainnya maka orang lain tidak akan mengetahui kalau dia sedang berpuasa.
Kedua, ibadah lain telah ditentukan pahalanya dalam al-Qur’an dan hadis. Misalnya dilipatgandakan dari 10 menjadi 700, sampai pada apa yang Allah swt kehendaki, sementara pahala puasa merupakan rahasia Allah swt. Sebuah rahasia tentu akan sangat surprise dibandingkan dengan sebuah hadiah yang telah diketahui.
Ketiga, ibadah yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa, sebab saat Allah menyatakan puasa untuk-Ku telah menunjukkan amalan ini merupakan amalan spesial dan khusus dihadapan-Nya.
Alasan pertama terkait dengan niat dan gerakan seseorang dalam beribadah, puasa mengungguli amalan lain, sebab niat akan senantiasa terpelihara lebih ikhlas jika amalan yang baik disembunyikan; tidak diketahui kecuali oleh Allah swt. Alasan kedua menunjukan sebuah hitungan matematika tentang ganjaran bagi orang yang beramal baik dan hitungan batasa pahalanya, sementara puasa tidak ada batas pahalanya sebab itu hanya Allah swt yang Maha Mengetahui. Alasan ketiga, merupakan argumentasi spesifik tentang pengkhususan puasa dibanding ibadah lainnya menunjukan ibadah puasa adalah ibadah yang memiliki keistimewaan tersendiri dibanding ibadah lainnya.
wa Alâhu a‘lam bi al-shawâb …