Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU & Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Kualitas terkait dengan tingkatan baik dan buruk sesuatu yang menunjukkan derajat atau tarafnya (KBBI online). Sebuah benda dinilai berkualitas tinggi ditentukan dengan beberapa hal, misalnya bahan, olahan dan terkadang barang itu langka;susah dicari sehingga menimbulkan keinginan orang untuk memilikinya meski harus merogoh kantong yang cukup dalam. Demikian pula halnya dengan sebuah pemberian, entah berbentuk hadiah, sedekah kurban dan zakat, akan berkualitas tinggi bila barang yang diberikan atau hewan yang dikurbankan telah memenuhi syarat-syarat yang ideal.
Dalam konteks barang dan hewan di atas bila telah memenuhi syarat pasti dinilai berkualitas. Saat bersedekah syaratnya barang yang diberikan adalah barang yang kita miliki bahkan sebagian yang kita sukai/cintai (mengacu pada QS: ali Imra>n; 92) sementara hewan kurban telah ditentukan terkait dengan keadaan dan kondisi hewan tersebut misalnya cukup umurnya, tidak sakit, tidak pincang, tidak kurus kering dan beberapa kualifikasi lainnya yang telah dibahas oleh fuqaha
Mengungkap tentang sedekah dan kurban dianggap penting sebab hal ini merupakan sunnah. Biasanya hal yang tidak wajib -kecuali pendapat minoritas ulama tentang wajibnya kurban, dan bahkan wajib bagi yang mampu- orang cenderung mengabaikan sebab dianggap bukan wajib. Sementara zakat adalah wajib bagi siapapun yang memiliki harta dan telah memenuhi nishab maupun haulnya, meski belum tentu semua orang sadar dan mau berzakat, entah disebabkan faktor muzakki atau pengelolanya dan aneka penyebab lain.
Bila sedekah maupun kurban telah memenuhi syarat-syaratnya supaya berkualitas tinggi, maka akan memperoleh balasan dan pahala merupakan keyakinan umat Islam berdasar al-Qur’an dan hadis. Namun perlu digaris bawahi bahwa itu bukanlah suatu kewajiban, melainkan sunnah. Islam tidak memberatkan seseorang kecuali berdasar kemampuannya, meski demikian Islam juga mengajarkan dan menekankan agar orang berbuat baik tidak hanya pada hal-hal yang wajib saja, tetapi yang sunnahpun dilaksanakan. Dalam konteks inilah sebuah barang yang disedekahkan dan hewan yang dikurbankan akan bernilai tinggi, sebab hal tersebut tidak diwajibkan namun ada orang yang mau sukarela memberi dan mau berkurban.
Memang memberi sedekah terbaik dan hewan yang sehat, gemuk dan tidak cacat belum dapat menjamin dan membuktikan kalau orang yang memberi dan berkurban itu telah ikhlas. Bukankah dapat saja ia ingin mencari popularitas, riya dan lain sebagainya ? untuk menjawab hal ini setidaknya ada dua hal. Pertama, secara logika agak sulit diterima bila seseorang menyedekahkan sebagian yang ia cintai dan mengurbankan hewan yang ideal sementara dia melakukan itu semua tanpa keikhlasan. Logika tersebut berpijak dari kisah dua anak Nabi Adam as, yang satu mengurbankan hasil pertanian ala kadarnya, sementara yang lain mengurbankan hewan yang ideal (QS:al-Maidah;27 dan tafsi>r al-Kabi>r li al-Ra>ziy ). Kalaupun masih ada orang yang telah memberikan dan mengurbakan yang terbaik darinya lalu ia berpansos, mencari popularitas dan riya, maka merugilah orang yang demikian. Kedua, mengukur keimanan dan keikhlasan seseorang bukan hak kita sebagai manusia yang juga banyak kekurangan. Apabila seseorang terlihat memberi dan berkurban maka saksikanlah bahwa dia beriman (analogi riwayat al-Turmudzi tentang orang yang terbiasa ke masjid).
Meski bersedekah dan berkurban itu tidak wajib, namun mereka yang berusaha melaksanakannya akan memperoleh ganjaran yang besar di sisi Allah swt, terutama bila berada dalam keadaan sehat, namun merasa kikir mengeluarkan harta (sementara ia tidak kekurangan), takut jatuh miskin dan justru bercita-cita menjadi kaya, maka sedekah dan kurban di kondisi inilah akan bernilai sangat tinggi di sisi Allah swt. Nabi suci Muhammad saw bersabda:
أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى … (متفق عليه) …
Artinya: …hendaklah engkau bersedekah (saat) kamu sehat, namun lagi kikir (mengeluarkan harta), (saat itu) kamu takut (jatuh) miskin sementara kamu berangan-anagn menjadi kaya..”
wa Allâhu a’lam bi al-shawâb …
Ilustrasi : nu online