Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU & Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Beberapa kali Presiden Republik Indonesia Ir. Jokowi Widodo di berbagai kesempatan menyampaikan kekhawatiran tentang kondisi tahun 2023 M mendatang yang akan mengalami resesi global dan berpotensi memunculkan gelapnya perekonomian. Bukan saja krisis dari aspek keuangan tapi juga kekurangan pangan di semua negara di dunia. Bahkan menurut orang nomor satu di Indonesia tersebut, sampai saat ini belum bisa dikalkulasikan kekuatan resesi global dan pengaruhnya terhadap situasi ekonomi seperti dilansir oleh kompas.com (30 September 2022). Indikator tersebut telah terlihat secara langsung dengan mundurnya Menteri kesehatan Belanda pada Maret 2020 dan beberapa menteri kesehatan di negara Eropa, dua perdana menteri Italia Giuseppe Conte tahun 2021 dan Mario Draghi 2022, dan yang terbaru Lis Truss 20 Oktober 2022. Kemunduran tersebut lebih disebabkan oleh faktor ekonomi dan politik serta krisis kesehatan akibat pandemi. Dapat dinyatakan bahwa kondisi pandemi covid 19 yang melanda dunia selama dua tahun, ditambah dengan perang Rusia vs Ukraina yang belum berakhir menjadi dua penyebab utama resesi ekonomi dunia yang diramalkan terjadi di tahun 2023.
Konteks negera menghadapi kekurangan pangan, pada dasarnya Indonesia telah memasang ‘kuda-kuda’. Melalui Bulog, pemerintah menjamin dapat menghadapi krisis tersebut (CNN Indonesia 19-08-2022). Memang pemerintah telah mengalokasikan sekitar 95 trilliun untuk mengatasi krisis pangan 2023 (CNBCIndonesia 23-09-2022). Meski jaminan itu ada, namun dalam bernegara dan berbangsa, masyarakat tentu tidak hanya memikulkan beban tersebut semuanya kepada pemerintah.
Dalam menghadapi tahun kegelapan ekonomi 2023 nanti seyogyanya antara pemerintah dan masyarakat bersinergi untuk menggalakkan menanam kebutuhan-kebutuhan pokok yang nanti akan sangat dibutuhkan. Bahkan masyarakat yang hanya memiliki sedikit lahan namun masih dapat digunakan untuk bercocok tanam tetap diusahakan agar difungsikan sehingga beban pangan nanti dapat dipikul bersama. Paling tidak mereka yang telah memiliki lahan sendiri meski kecil telah dapat menyiapkan pangan untuk diri mereka sendiri. Syukur-syukur dapat menolong warga lain di sekitarnya.
Dalam Agama, kaum Muslimin diminta untuk menjaga kestabilan pangan telah diisyaratkan dan diperintahkan oleh kanjeng Nabi suci Muhammad saw melalui sabdanya di al-Adab al-Mufrad:
إن قامت الساعة وفي يد أحدكم فسيلة فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها، فليغرسها
Artinya: “Jika hampir tiba kiamat, sementara di tangan seseorang (dari) kalian terdapat anak pohon kurma (tunas), maka bila ia mampu (sebelum) terjadi (kiamat) untuk menanamnya, maka tanamlah”
Kata فسيلة awalnya mengacu pada sesuatu yang kecil, remeh temeh yang mungkin tidak berarti karena belum berguna (renungkan kata tersebut dalam Lisan al-‘Arab) kemudian diartikan dengan bibit dari suatu tanaman, tunas kurma misalnya dalam konteks hadis di atas. Penyebutkan tersebut pada dasarnya mengacu pentingnya menfungsikan hal kecil seperti tunas, bibit, biji dan lainnya untuk menghasilkan makanan.
Ilustrasi datangnya kiamat tak akan menghalangi seseorang untuk bercocok tanam pada dasarnya memuat pelajaran penting tentang persiapan sejak awal mengenai ketahanan pangan dan itu tetap dilakukan secara kontinyu meski waktu yang tersisa hanya sedikit. Mendekati tahun 2023, beberapa tanaman yang dapat dimakan dan memiliki masa tumbuh dan panen selama 6 bulan sampai 1 tahun dapat dicoba untuk ditanam sejak saat ini merupakan bagian dari pesan hadis tersebut.
Persiapan Bulog mungkin telah sejalan dengan kisah Nabi Yusuf as yang mempersiapkan 7 tahun makanan yang diletakkan di lumbung-lumbung, sehingga saat musim paceklik dan kesulitan pangan, rakyat Mesir saat itu dapat melewati dengan tidak terlalu berat (renungkan QS: Yusuf; 43, 45-49, 58-63, 88 dan tafsirannya).
Selain mempersiapkan pangan, masyarakat di masa kekurangan pangan diminta agar senantiasa dapat berbagi dengan sesama. Anjuran agar makanan untuk satu orang dapat dimakan untuk dua orang dan demikian seterusnya (HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah w. 78 H) merupakan salah satu cara menghadapi kekurangan pangan. Dalam hadis ini setidaknya memuat agar berbagi makanan yang sedikit akan mampu mencukupi beberapa orang, sebab yang terpenting adalah menjaga jangan sampai terjadi kelaparan, sehingga konsep mengkonsumsi makanan di masa paceklik untuk menjaga agar tidak lapar dan terlarang mengeyangkan diri. Berikutnya, hadis tersebut secara tersirat mengajarkan setiap orang untuk berhemat (tidak berlebih-lebihan) dalam mengkonsumsi makanan baik dalam keadaan normal apalagi dalam keadaan kesulitan pangan.
wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb …
foto : www.shutterstock.com [theconversation.com]