Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Sering terdengar pernyataan bahwa sehat itu mahal harganya. Ungkapan ini tidaklah keliru, bahkan bisa sangat benar. Sebab bukan saja proses pengobatan untuk menyembuhkan suatu penyakit memakan waktu yang lama serta biaya yang dikeluarkan dapat membengkak, melainkan akan banyak agenda dan hal-hal penting lainnya tertunda. Di sisi lain sebuah kesempatan terkadang datang tidak dua kali, melainkan hanya sekali bahkan meskipun datang yang kedua kali terkadang dalam situasi dan konteks yang berbeda dengan kesempatan pertama.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) kata Kesehatan yaitu keadaan sehat jasmani dan jiwa sementara kesempatan dari kata sempat berarti waktu; keluasan, peluang. Dari kedua kata tersebut nampak hubungan yang erat di antara keduanya, sebab kesehatan itu tak akan dapat difungsikan dengan baik sementara kesempatan tidak pernah diperoleh, demikian pula sebaliknya kesempatan tak berarti apa-apa tanpa ada kesehatan. Oleh sebab itu Rasulullah suci saw pernah bersabda dalam riwayat al-Bukhari (194-256 H) dari sahabat Ibn ‘Abbas (w. 68 H):
نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس ، الصحة والفراغ
Artinya: “Dua nikmat, tertipu di dalamnya banyak dari manusia, (yaitu nikmat) kesehatan dan kesempatan”.
Baik kesehatan maupun kesempatan pada diri setiap orang dianggap sebagai nikmat yaitu kondisi yang baik lantaran keduanya bila tidak digunakan sesuai proporsi saat memperolehnya maka sebenarnya mereka telah tertipu. Mengapa kata tertipu menjadi kata kunci dalam hadis tersebut ? Ibn Hajar (w. 852 H) dengan mengutip Ibn Jauziy (w. 597 H) mengilustrasikan keadaan manusia terkait kedua nikmat tersebut. Menurutnya terkadang mereka sehat namun tidak memiliki waktu yang kosong lantaran disibukkan dengan pekerjaan mencari nafkah. Ini juga berarti, kadang orang dalam keadaan sehat segar bugar namun belum memperoleh kesempatan memperoleh pekerjaan, menuntut ilmu, mengikuti acara tertentu meski ia telah berusaha.
Sementara terkadang yang lainnya telah sukses (jika kesuksesan diukur dengan kekayaan) yaitu memiliki harta yang banyak tetapi mereka dalam kondisi sakit sehingga tak dapat melakukan apa-apa sebab kekayaannya digunakan untuk biaya pengobatannya. Sayangnya saat kesehatan dan kesempatan telah ada dalam diri seseorang, banyak dari mereka bermalas-malasan bahkan enggan untuk berbuat kebaikan. Disinilah maksud dari kata tertipu dalam hadis ini. Baik kesehatan maupun kesempatan, keduanya dinilai sebagai harta pokok (رأس المال). Keberadaan keduanya bagi manusia merupakan dharuriy untuk kelangsungan hidup mereka. Adanya kesehatan secara tidak langsung membuka aneka peluang kesempatan bagi setiap orang, oleh sebab itu sebagian ulama menilai kenikmatan yang utama adalah kesehatan. Meski ada pula dua pendapat lainnya tentang iman dan atau hidup adalah kenikmatan utama (Fath al-Bariy).
Islam memandang segala bentuk kenikmatan adalah anugerah dan pemberian Allah swt yang harus digunakan secara proposional untuk membantu menjalankan fungsi mereka sebagai khalifah di muka bumi. Dua kenikmatan; sehat dan waktu yang kosong tidak hanya sebagai sarana melakukan kebaikan ukhrawiy, misalnya bersedekah. Akan tetapi dengan sehat dan kesempatan, seseorang dapat leluasa berkreasi melakukan segala aktifitas, berfikir, belajar sehingga menemukan hal-hal baru yang justeru memberikan manfaat secara langsung di dunia. Dimana asas kemanfaatannya dapat bernilai tinggi dan mulia di sisi Allah swt, misalnya penemuan alat dan metode yang memberikan kemudahan bagi petani dalam bercocok tanam, penemuan alat transportasi yang ramah lingkungan dan murah harganya merupakan bagian dari fungsi adanya nikmat kesehatan dan kesempatan.
wa Allâhu a‘lâm bi al-shawâb.
Gambar : adm