Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA dan Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia.
Dalam studi Islam, umumnya ulama teristimewa ulama hadis memiliki tradisi yang cukup unik yaitu menuliskan nama-nama orang yang berjasa pada mereka dari aspek ilmu pengetahuan. Reportase tersebut dengan menuliskan nama guru bagi pengkaji hadis sebagai murid dilatar belakangi oleh dua hal: pertama, untuk menghormati jasa guru; kedua, membuktikan sahnya transfer ilmu sekaligus menampilkan geneologi ilmu yang murid miliki sebagai pengkaji hadis berikut dominasi dan warna yang mempengaruhi ide, pola dan metode pemikirannya.
Tradisi tersebut telah dimulai sejak masa awal Islam periode mutaqaddimin (abad I-III H). Al-Marrudziyyu (w, 275 H) termasuk ulama yang menghasilkan karya tentang guru-gurunya, walaupun sebelumnya telah ada namun tidak terlalu sistematis. Dalam أخبار الشيوخ وأخلاقهم, al-Marrudziyyu memuat semua gurunya secara langsung, akan tetapi ada juga riwayat yang dia dengar dari orang lain yang kemungkinan dari teman atau beberapa orang di masanya. Tradisi ini diteruskan oleh al-Nasa’i (w. 303 H) dalam تسمية مشايخ. Kemudian muncul term معجم الشيوخ dan seolah menjadi paten bagi ahli hadis yang menulis guru-guru mereka seperti al-Shaidawi (w. 402 H), al-Dzahabi (w. 748 H), dan al-Subki (w. 771 H). Pola Mu’jam al-Austath dan al-Shagirnya karya Thabarani (w. 360 H) sebenarnya berisi Mu‘jam al-Syuyukh.
Dalam Mu‘jam al-Syuyukh, selain menulis nama guru biasanya ahli hadis juga memuat riwayat hadis maupun sepenggal kisah guru tersebut. Berpijak dari tradisi mulia tersebut, maka hari guru 25 Nopember 2024 penulis mencantumkan guru-guru/orang yang pernah mengajari penulis baik formal maupun non formal. Mereka akan penulis bagi menjadi 3 kelompok, yaitu: pertama, siapapun yang pernah mengajari penulis. Tentu semua berdasarkan ingatan penulis, maka tidak semua dapat penulis ingat namanya karena keterbatasan sebagai manusia yang lemah. Meski demikian akan penulis sebutkan pernah belajar di sekolah/pondok mana, agar bisa diketahui guru-guru yang ada sekolah itu saat penulis bersekolah disitu; kedua, dari bagian pertama, ada guru yang sifatnya memberikan dorongan; dan ketiga, dari bagian pertama dan kedua, ada guru yang memberikan ide, pencerahan, pola, metode berfikir dan mempengaruhi pemikiran penulis. Semua ini diniatkan untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat.
- Guru yang Mengajari Penulis
Saat kecil, guru penulis adalah almarhumah (selanjutnya disingkat almh) Ibunda Alwiyah binti Idrus Albaar (w. 1998 M) dengan almarhum (selanjutnya disingkat alm) ayahanda bernama asli Syech bin Abu Bakar Assagaf (w. 1990 M), namun lebih disebut dengan Sa‘id (سعيد) Assagaf. Ada pula yang menyebut dengan ami Id Pertanian karena dinasnya di Pertanian lalu di Perkebunan Ternate Maluku Utara. Ayahanda menjadi guru mengaji al-Qur’an saat penulis kecil selain mengajari bahasa Indonesia, IPA dan Matematika saat penulis di bangku SD. Guru-guru ngaji lainnya: Ibu Ipa Albaar isteri dari Ami Id Albaar, paman penulis Salim Assagaf, saudara angkat penulis ka Ipa Assagaf; anak dari Ibu CI (Syifa) Albaar adalah ibu angkat penulis.
Duduk di bangku TK Alkhairaat Ternate 1981-1982, guru-guru penulis yaitu: Ustazah (selanjutnya disingkat Ustz) Muset binti Faray bin Abd Aziz (w. 2020 M), Ibu Fat tinggal di Kedaton Tidore, ustz Maryam Albaar. Di SD Islamiyah 4 kota Ternate 1982-1988, guru-guru penulis: Ibu Fat (wali kelas I, beda dengan Ibu Fat guru TK yang penulis tidak ingat nama lengkap keduanya), Ibu Wia/Alwiyah (wali kelas II, namanya sama dengan nama ibunda penulis), Ibu Yati (wali kelas III), Ibu As atau Asmiati? (wali Kelas IV) penulis tidak terlalu hafal namanya. Namanya penulis peroleh dari salah satu teman sekelas dan keluarga bernama Zubaida Assagaf. Ibu Cum; mungkin namanya Kaltsum (wali kelas Va dan VIa) yang mengangkat penulis menjadi ketua kelas V dan VI. Ibu Cum terakhir penulis ketemu sekitar Ramadhan 2009, saat penulis selesai ceramah di masjid yang lokasinya dekat dengan rumahnya, ibu Cum di kursi roda. Penulis lalu mencium tangan dan lututnya, beliau lalu menangis. Guru-guru penulis lainnya di SD: ustad (selanjutnya ditulis ust.) Abd Rahman orang Makian, alm. ust. Amin Dali Lapatiani (juga dosen penulis saat kuliah di STAIN Ternate 1997-1999 M), Pak Talib, Pak Amir Hi Daud kepala Sekolah Islamiyah IV, ibu Dawang, ibu Suhaida Assagaf dan guru-guru lainnya di sekolah itu yang penulis tidak ingat lagi, termasuk guru olahraga pengganti pak Talib di kelas VI. Kakak penulis Munjia Assagaf (sekarang Dr. Sp. M) pernah mengajari penulis pembagian Matematika di rumah.
Selain di SD, penulis juga bersekolah di madrasah Alchairaat kota Ternate Selatan, guru-guru penulis disini: ustz. Ulfah Albaar (wali kelas I) bersama ustz Bongso, ustz. Wardah Bachmid (wali kelas II), ustz. Khadijah asal Tidore (wali kelas III), ustz. Najmiah Assagaf (wali kelas IV), ustz. Basariah (wali kelas V) asli orang Sulawesi Tengah. Ustz. Basariah juga kepala sekolah di Alchairaat Selatan yang kadang dibantu oleh suaminya ust Musa. Penulis hanya sampai kelas V di ibtidaiyah ini. Ada satu hal yang menarik, ternyata wali kelas penulis dari TK, SD dan Madrasah semuanya adalah Perempuan. Pengaruh guru Perempuan di Pendidikan awal dan dasar tersebut sangat membantu dalam perkembangan ilmu dan karakter murid.
Saat usia TK sampai kelas II SD, penulis kerap kali diajak ayahanda menghadiri pengajian Habib Abu Bakar Alatas (awalnya dipanggil dengan ustad Abu Bakar), salah satu murid Sayyid al-Maliki (w. 2004 M). Tempat tinggalnya bersebelahan dengan sekolah penulis yaitu SD Islamiyah IV. Kedua orang tua penulis akrab dengannya.
Tahun 1988-1991 penulis mondok di Pesantren Alcahiraat Pusat di Palu Sulawesi Tengah dan di SMP Alchairaat, guru-gurunya: Pimpinan pondok alm. ust. Abdillah al-Jufrie bersama ketua utama alm. ust. Saqqaf al-Jufrie, MA (w. 2021), ust. Mutahhar al-Jufrie bersama isterinya ustz. Aminah al-Jufrie, ust. Hariyanto, ust. Dhamir, ust. Faisal Mahmud, ust. Muchlis, ust. Faqih, ust. Feneti Ruma asli Papua, ust. Alwi al-Jufrie (sekarang ketua Utama al-Khairaat), alm. ust. Shalih al-Jufrie, ust. Muh Rumi, ust. Abd Rahman bin Smith, ust. Husein Habibu, pak Taslim, pak Rendi, pak Abdullah Latupada. Begitu juga pak Muhammadin seorang ‘mualaf’ namun belakangan ternyata misionaris dengan nama asli Antonius, dia kemudian dikeluarkan dari pondok Al-Khairaat Palu sekitar September-Nopember 1988. Serta guru lainnya terutama yang tidak tinggal di pondok yang mengajar mapel umum, tidak penulis ingat satu persatu namanya. Selain itu, santri senior sebagai musa’id (مساعد) juga mengajari penulis seperti: ust. Ridha Assagaf (juga kolega penulis di STAIN Ternate), dan kakaknya ust. Abd Rahman Assagaf (juga dosen pembantu di STAIN Ternate 1997-1999), ust. Luqman, ust. Maksum Rumi. Sebagian mereka sekarang sudah bertitel doktor dan mungkin profesor.
Tahun 1991-1994, penulis mondok di Pesantren Dar al-Nasyiin Lawang Malang Jawa Timur, guru-gurunya: Pimpinan Pondok al-‘alim allamah Ust. Muhammad Ba‘bud, ust. Ali Ba‘bud, ust. Solihin al-Jawi, ust. Nasih al-Banjari, ust. Ali Shahab. Teman seangkatan dan murid senior bernama ust. Ali Pengaron al-Maduri juga mengajari penulis. Pondok ini tidak besar dan memuat tidak banyak murid. Di antara alumninya yaitu Alwi Shihab mantan Menlu era Gus Dur (w. 2009 M). Prof Quraish Shihab juga pernah mondok disini meski hanya sekitar 3 bulan (sebelum pindah ke Dar al-Hadis al-Fiqhiyyah di kota Malang) sesuai pengakuannya saat penulis bertemu pada Desember 2013 di sela-sela kegiatan TOT moderasi Islam di kota Ternate yang disponsori oleh salah satu bank pemerintah dan diselenggrakan bersama Al-Khairaat. Pondok Lawang memiliki ‘kerja sama’ dengan SMA Ma‘arif Lawang Malang Jawa Timur, maka tidak sedikit anak pondok yang masuk ke SMA tersebut termasuk penulis, untuk memperoleh ijazah negeri selain ijazah pondok (saat itu ijazah pondok belum disetarakan seperti sekarang). Guru penulis di SMA ini yaitu: guru biologi namanya pak Tejo (mungkin Sutejo), dan guru sejarah Bu Eni namanya, serta guru lainnya saat itu yang penulis tidak ingat lagi, sebab hanya di kelas I SMA (1991-1992). Saat naik kelas II penulis berhenti dan fokus belajar di pondok saja sembari kemudian mengikuti ujian persamaan di Aliyah Al-Khairaat pada tahun 1994.
Tahun 1994-1995, penulis belum kuliah namun mondok lagi di Pesantren Dar al-Luqhah wa al-Dakwah Bangil Pasuruan Jawa Timur, guru-gurunya: alm. ust. Hasan Baharun, ust. Qaimuddin, alm. ust. Qasim Baharun, ust. Saqqaf Baharun, ust. Miqdad Baharun yang saat itu baru saja pulang dari Sayyid al-Maliki, Habib Husein al-Muhdhar, ust. As‘ad al-Maduri, ust. Hasan Bashri al-Maduri, ust. Abdullah Maula Khelah, ust. Abd Baits, ust. Ali al-Jufrie, ust. Hamzah, ust. Syakir, ust. Saifuddin, ust. Muhammad al-Haddad, ust. Sulthan? ust. Badar? dan guru lainnya saat itu yang mengajari penulis. Kakak kelas bernama ust. Abd Aziz dari Lampung juga mengajari penulis di luar kelas.
Sekitar akhir Juli 1995 penulis lulus di IAIN Sunan Ampel Malang jurusan Pendidikan Bahasa Arab sebagai pilihan pertama, namun atas permintaan penulis saat itu agar bisa pindah ke IAIN Sunan Ampel pusat di Surabaya pada jurusan Tafsir Hadis. Yang menerima surat dari dekan Malang di Surabaya adalah wakil Dekan I Ushuluddin pak Murtafik Sufri dengan dekannya Pak Artani Hasbi saat itu belum guru besar. Guru-guru penulis di kampus ini (1995-1996) yaitu: ust. Syarif dari Madura, pak Muslih Fuadi, ibu Nur Fadlilah, pak Muhid, ust. Hasan Basri Banjar, ust. Akhyar, pak Tasmuji, pak Fajrul Hakam, Pak Loekisno, pak Arifin (Zainal?) yang mengajar Ilmu Alamiah Dasar, alm. pak Ahmad Hudaya lalu menjadi dosen di IAIN Surakarta dan menjadi kolega penulis saat bertugas di Solo. Serta guru lainnya di IAIN Sunan Ampel yang tidak penulis ingat satu persatu namanya, termasuk yang mengajari P4 saat itu untuk mahasiswa baru dan Ospek. Senior yang sering penulis datangi kosannya berdiskusi saat itu adalah Shalih al-Muhdar dari Sitobondo mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat.
Ibunda penulis mengalami sakit, maka awal tahun 1997 penulis resmi menjadi mahasiswa di kampus IAIN Alauddin cabang Ternate jurusan Pendidikan Bahasa Arab dengan konversi nilai, Guru-guru penulis di kampus ini (1997-1999) yaitu: ust. Yahya Abd Rahman Misbah, MA, ust. Ali Albaar; juga guru penulis di luar Kampus, pak Abdjan, ibu Junaenah Misbah, pak Muh Wardah juga senior penulis di Ciputat, ust. Taha Abd Wahab, ust. Abdullah Lapangandong, pak Hanafi Rajab, Pak M. Djidin, M.Ag, alm. ust. Asnawi, almh. ustz. Ruqayah Albaar, ustz. Fahima Abd Gani, ibu Nur Hasnah Abbas, ibu Suryani, pak Hamid Laonso, pak Yamin Hadad mengajar tarjamah dan terkadang meminta penulis membantunya menerjemahkan untuk teman-teman sekelas, pak Abd Rahman Marassabesy, M. Ag, pak Zein, pak Usman Ilyas, pak Zainuddin Arifin, pak Anshor Tohe, pak Mu’in? (dosen bahasa Inggris yang pindah ke Makassar), pak Bahar Hamdi, pak Muslim (guru Aliyah yang mengajar di kampus), pak Abdullah guru Alchairaat asal Kao sebagai dosen DLB, pak Muhdi al-Hadar, M.Ag, juga sebagai pembimbing Skripsi bersama Drs. Abdullah DP; dekan saat itu lalu menjadi ketua STAIN Ternate yang pertama sekitar Juli 1997. Sekarang sebagian besar mereka sudah doktor dan ada yang sudah menjadi guru besar. Dosen yang sering berbincang-bincang dan berdiskusi, meski tidak mengajar langsung di kelas penulis yaitu Dr. Moh. Isom Yusqi (sebelum menjadi guru besar) dan Pak Darsis Humah. Tahun 1997 penulis bertemu dengan dokter O. Hashem; sepupu/keluarga ayahanda untuk pertama kali saat ami Umar ke Ternate, lalu berlanjut di Bekasi Jati Bening saat penulis menempuh pascasarjana.
Tahun 2000-2002 kuliah S2, dan tahun 2003-2008 kuliah S3 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta kemudian menjadi UIN pertama di Indonesia (mulai kuliah Pebruari/Maret 2004 karena berdekatan dengan pengumuman lulus CPNS yang mengharuskan penulis ikuti Cados pasca CPNS Juli-akhir Oktober atau awal Nopember 2003). Guru-guru penulis di kampus ini: Prof. Aqil al-Munawwar, Dr. Sahabuddin, alm. Dr. Lutfi Fathullah (w. 2021 M), Prof. Quraish Shihab, Prof. Badri Yatim (w. 2009 M), Dr. Fuad Jabali, Prof Yunan Yusuf Nasution, KH Dr Masyhuri Naim (w. 2014 M), Dr. Faizah Ali Sibromalisi, Prof Ahmad Thib Raya, Prof. Salman Harun, Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, Prof. Nasaruddin Umar, Prof Bachtiar Effendi (w. 2019), Prof Azyumardi Azra (w. 2022), Prof. Rif‘at Syauqi, Prof. Aminuddin, Prof. Emo? bersama Dr. Aceng; keduanya dosen filsafat ilmu, Dr. Muslih. Di luar kelas penulis berbincang, diskusi dengan Prof Huzaemah Tahido Yanggo (w. 2021) sebagai orang tua/dosen, pengurus MUI Pusat di Komisi Fatwa serta sebagai senior alumni Al-Khairaat.
Penulis menyempatkan menghadiri beberapa kali ujian terbuka dengan penguji Dr. Satria Efendi (w. 2000) yang cukup menginspirasi. Mengikuti kuliah umum Prof Nurcholish Madjid di UIN Ciputat maupun di tempat lainnya. Pembimbing tesis penulis adalah Dr. KH Masyhuri Na‘im dan Dr. Lutfi Fathullah dengan penguji Prof. Hasanuddin AF. Pembimbing Disertasi penulis adalah Prof. Mulyadhi Kartanegara dan Dr. Sahabuddin dengan penguji proposal terdiri dari: Prof. Amir Syarifuddin saat aktif MUI di Jakarta, Prof Kausar Azhari Noor dan Dr. Muchlis Hanafi. Penguji ujian disertasi selain promotor yaitu: Prof Amani Lubis, Prof Yunan Yusuf, Prof Suwito, Dr. Lutfi, dan Prof Azyumardi Azra. Selama di Ciputat dalam rentang Pebruari/Maret 2005 sampai Nopember 2007, penulis mengajar di Pondok Pesantren Nurul Iman al-Ashriyah Parung Bogor pimpinan Habib Saqgaf bin Mahdi, disini juga penulis memperoleh ilmu melalui obrolan dan diskusi dengannya.
Pada Juli-akhir Oktober 2003, penulis mengikuti pembibitan CADOS (calon dosen) pasca CPNS dan ini untuk pertama kali, sebab sebelumnya CADOS diselenggarakan oleh Kemenag sebelum CPNS. Guru-guru/dosen yang mengajar dan mengisi materi di kegiatan tersebut yaitu: Pak Muh Khatib, pak Tsamir; keduanya native speaker dari Suriah dan Irak, pak Tulus, pak Zamzami, Prof Machasin, pak Rinduan Zain, Prof Dudung, Dr. Ir. Luthfi Hasan, Prof Ichlasul Amal, dan kelompok CTSD Bu Sekar, pak Barmawi, pak Hisyam Zaini (kebanyakan mereka sekarang sudah guru besar) serta lainnya yang tidak penulis ingat satu persatu. Rata-rata tenaga pengajar/dosennya berasal dari IAIN Sunan Kalijaga sebab kegiatan tersebut diselenggarakan di kota Yogyakarta. Di masa ini angkatan CPNS tersebut juga mengikuti prajabatan di Yogya yang diisi oleh beberapa narasumber termasuk Prof Sangkot Sirat.
ilustrasi: png tree