Om Din

Fachmi Alhadar |  Dosen Unkhair

Two roads diverged in a wood, and I took the one less traveled by, and that has made all the difference. (Robert Frost)

Saya tidak tahu masih berapa orang tersisa yang mengenal sosok lelaki yg akan saya tulis dalam paparan pendek ini. Bagaimana pun dapat dimaklumi bila hanya sedikit orang yang, bahkan, mengenal sosok unik yang satu ini. Felix Emile Hendrik lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat seratus tahun yg lalu dari seorang ayah bernama Robert lahir di Bacan dan ibu seorang perempuan Jawa bernama Johana Ronodikromo asal Kediri.

Tidak mengherankan bila Felix yang kemudian dikenal dengan sebutan Om Din, bisa sampai ke Ternate dan menghabiskan masa-masa hidupnya di kota kecil yang “centil” ini. Selain bapaknya yang lahir di Bacan, kakeknya yang bernama Willem Hendrik ternyata lahir di Ternate dan pernah bertugas di Dodinga.

So, Ternate dan Maluku Utara bukan kawasan asing Felix. Konon ceritanya, Felix di masa muda pernah bekerja sebagai operator mesin longboat antar pulau. Dalam satu kesempatan, ketika melakukan perjalanan ke Pulau Makian itulah Felix tersentuh oleh Islam dan, dengan dipandu oleh seorang bernama Ahmad Alidrus, Felix berikrar menjadi muslim dan mengganti namanya menjadi Fachruddin Hendrik. Niat untuk mendalami agama Islam ini lantas mempertemukan Fachruddin dengan imam dan pengurus Masjid Almuttaqin. Fachruddin Hendrik yg kemudian dikenal dengan sebutan Om Din akhirnya berumah di Masjid Almuttaqin.

Seputaran akhir tahun tujuh puluhan hingga awal delapan puluhan, saya sering diajak bapak berbuka puasa di Masjid Almuttaqin, dan sejak itu saya mulai mengenal sosok pendiam yg sederhana itu. Dari situ saya tahu bahwa Om Din adalah seorang Belanda muallaf. Di benak saya berseliweran berbagai tanya, “Siapa sebenarnya Om Din? Mengapa dia mau jadi muallaf? Mengapa tinggal di masjid? Dimana istri dan anak-anaknya?” Dst.

Memiliki saudara sebanyak 9 orang yg kesemuanya telah kembali ke Belanda, Om Din memilih untuk menyendiri di Ternate, sebuah kota kecil yang pasti kalah menarik ketimbang negeri leluhurnya, Belanda. Tak seorang pun tahu apa yang ada dalam pikiran lelaki beruban dimana bagian atas kepalanya rambut mulai menipis. Lebih aneh lagi, Om Din memilih untuk hidup di lantai dua masjid, dalam sebuah kamar kecil yg tertata apik. Sepenuhnya sendiri! Om Din memutuskan utk “menguburkan” hidupnya dalam pengabdian total pada Masjid.

Kendati komunikasi dg sanak saudara di negeri Kincir Angin tetap berjalan, Om Din tidak tertarik untuk pulang. Om Din menyerahkan nyaris sepenuhnya hidup beliau utk merawat masjid; gedung dan tamannya serta melayani keperluan jamaah masjid.

Di kamarnya, di dek masjid yg tak pernah dipake untuk solat, Om Din sendirian, tanpa istri, tanpa sanak keluarga. Tapi lelaki yang berbicara lembut ini tidak kesepian. Di saat tak sibuk, Om Din berlayar dg buku-buku bacaan atau melukis deng anberbagai tema. Kaligrafi berbentuk lelaki duduk tahyat yg melekat pada kedua sisi dinding masjid sebagai pembatas shaf adalah salah satu karya kecilnya yang terekspose.

Haji Fachruddin Hendrik ini juga adalah seorang pecinta tanaman yg tak tanggung-tanggung. Berbagai tanaman; bunga-bungaan dan buah-buhan ditanam dan dirawat Om Din dengan tekun di dek masjid yang juga berfungsi sebagaiu gudang penyimpanan berbagai jenis barang inventaris masjid. Dalam tahun-tahun belakangan Om Din harus menyekat ruang kamarnya yang hanya berukuran sekitar 3×5 meter persegi dengan beberapa anak angkat beliau.

Tapi semua kesibukan itu tidak sekadar utk megusir sunyi semata, pohon anggur yg ditanamnya beberapa kali dipanen dan dibagikan kepada orang sekitar. Beliau juga bahkan sering bolak balik Jakarta-Ternate membawakan bunga anggrek hasil tanamnya ke almarhumah Ibu Tien Soeharto yang adalah penggemar anggrek. Bahkan anak-anak yang pernah diasuhnya pun tumbuh berkembang, dan di anataranya ada yang menjadi dosen di PTN terkenal di Maluku Utara serta ada yang mendirikan dan mengasuh pondok pesantren di Kota Ternate.

Aneh, ketika orang Ternate baru mulai rame menyibukkan diri dengan tanaman anggur, Om Din sendirian sudah melakukan dengan hasil yg gemilang, bukan di atas hamparan tanah tapi di atas dek masjid tua Almuttaqin. Betul kata pepatah, “A wise man will never be lonely when he is alone.”

Siapa laki-laki aneh ini? Bagi saya, Om Din memiliki semua syarat untuk disebut aneh. Memilih untuk tidak tergoda oleh gemerlap metro politan Belanda, berpisah jauh dari kehangatan keluarga, menepi di kota kecil yang, bahkan, tak jarang orang-orang di Jawa menanyakan dimana letaknya Ternate itu, tetap membujang hingga ajal menyapa, dan menggadaikan hidupnya untuk pengabdian sepenuhnya di masjid, sambil bercengkerama dg sepi sempurna di antara tumpukan barang dan perkakas masjid adalah sebuah pilihan hidup yang tidak masuk akal, mungkin, bagi kebanyakan orang. Saya jadi teringat sebuah puisi oleh Robert Frost, “The Road Not Taken.”


Tiba-tiba saya jadi ingin bertemu lagi dengan sosok yg satu ini. Saya ingin melihat penampilannya yang sederhana, senyumnya yang meskipun tipis, tapi menghangatkan, bicaranya yg nyaris tak terdengar, langkah kakinya yg pelan tapi mantap, dan raut wajahnya yang kendati mulai keriput tetap meneduhkan. Saya ingin belajar bagaimana menepis rayuan gombal materialisme dan menertawakan godaan konsumerisme yang tak kenal ampun. Saya ingin belajar bagaimana meremehkan segala yang daging dan meneguk yg batin.

Dan di ujung pandangan saya engkau berdiri dengan kemeja seadanya yg kadangkala beberpa kancing atasnya dibiarkan terbuka dan kaki celananya sedikit digulung, atau dengan kaos oblong putih polos dengan topi di kepala yang tak rapi. Saya jarang melihat Om Din mengenakan songkok atau penutup kepala ketika di masjid. Beliau lebih suka membiarkan puncak kepalanya yang mulai ditinggal rambut digurau angin. Kesederhanaan paripurna!


Tanggal 25 Maret 2025 ini menandai 100 tahun kelahiranmu, Om Din. Engkau tinggal tulang belulang di bawah lapisan tanah pekuburan, namun Kami yakin engkau bisa mendengar bincang-bincang dan semarak kerja teman-teman mengenang baktimu. Engkau bisa melihat lalu lalang langkah sibuk teman-teman memburu kenangan tentang dirimu. Kami belum lelah mencari dan mencari di sela-sela senyummu, mengais-ngais di antara diam-mu. Begitu tebal misteri yang menumpuk dalam prjalanan hidupmu, Om. Dan baru secuil ini yg bisa Kami persembahkan, sobat! Engkau telah memilih jalan yang sangat jarang dilalui, dan itu jadi pembeda.

Kami tak lagi bisa mencicipi manis buah anggurmu atau menikmati indah tamanmu. Namun Kami akan menyeruput setiap tetes pesona hidupmu, kawan! Tidurlah dengan tenang, duhai hamba Allah!

Foto: Dok. Oji

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com