Afifah Ahmad
Penulis buku “The Road to Persia” dan anggota Gusdurian Teheran.
با محمد بود عشق پاک جفت
بهرعشق او را خدا لولاک گفت
Bersama Muhammad cinta temukan pasangan
Sebab cinta jualah Tuhan berfirman: Laulak
(Rumi, Masnawi, jilid 5, bait 2737)
Syair di atas seolah mewakili seluruh kerinduan dan kecintaan Rumi kepada sang Nabi. Di sisi lain, menunjukkan ungkapan dan pengakuan Rumi akan ketinggian makam Rasul di hadapan Tuhan.
Kata لولاک merujuk pada sebuah hadis Qudsi لولاک لما خلقت الافلاک yang artinya: Seandainya bukan karenamu (wahai Muhammad), tidak akan kuciptakan semesta. Sungguh menakjubkan. Alam raya ini tercipta karena manifestasi kecintaan Tuhan pada nur Muhammad.
Dalam pandangan Rumi, cahaya Muhammad merupakan sumbu yang menggerakkan seluruh alam semesta. Seperti dalam syairnya yang lain, ia bersenandung:
Sibaklah tabirmu wahai Muhammad, dunia sekedar jasad dan Engkaulah ruhnya (Masnawi, 4, 1454).
Banyak riwayat yang menceritakan, sebelum kelahiran baginda Muhammad sekalipun, para nabi sebelumnya bertawasul dengan menyebut nama Ahmad sebagai perantara terkabulnya permohonan mereka.
Rumi dalam banyak syairnya secara terpisah menajamkan pandangannya tersebut. Bahkan benda tak bernyawa pun menyambut suka cita kehadiran Nabi pamungkas.
چون درخت و سنگ کاندر هر مقام
مصففی را کرده ظاهر السلام
Pohon dan bebatuan di tiap pijakan
Melantunkan salam padamu, duhai Mustafa!
Rumi sebagaimana Ibnu Arabi meyakini, Tuhan menciptkan alam ini sedemikian rupa sehingga hewan, tumbuhan, bahkan makhluk tak bernyawa pun tetap dapat memuji-Nya dan berinteraksi dengan alam semesta, apalagi manusia pilihan, sebagaimana Rasul yang telah mengasah akal dan hati secara sempurna.
Dari sanalah Rumi berpijak. Sebagai pesuluk dan sufi mazhab cinta, Rumi selalu bergerak mencari seorang wali kamil. Dialah cermin yang akan menemaninya dalam menempuh perjalanan spiritual.
Menurut Rumi, Muhammad adalah puncak manivestasi insan kamil. Ia samudra, tempat segala muara cinta berlabuh sebelum mereguk makrifatullah. Seperti yang digambarkan dalam syair masnawi, jilid 6, bait 816:
گفته او جمله در بحر بوذ
که دلش را بود در دریا نفوذ
Seluruh sabda Nabi adalah mutiara Ilahi
Sebab hatinya bersumber dari samudra Ilahi
Lebih dari itu, bagi Rumi, Nabi Muhammad bukan hanya pembimbing spiritual lintas jaman, bahkan ia merupakan pintu bertawasul. Baliau sendiri yang mengajarkan cara bertawasul melalui riwayat terkenal yang disampaikan sahabat Usman bin Hunaif. Suatu hari, datang kepada Nabi seorang tuna netra yang ingin meminta kesembuhan. Nabi memerintahkan untuk berwudhu dan shalat dua rakaat. Lalu beliau mengajarkan sebuah redaksi doa yang diawali tawasul: “Wahai Allah, aku memohon dan menghadap kepadaMu dengan menyebut NabiMu, Muhammad.”
Jauh setelah berjarak dari masa kenabian, Rumi kembali mengajak kita untuk menyelami pribadi Nabi Muhammad. Melalui pilihan diksi yang indah, ia juga mengajarkan bagaimana seni berdoa dengan bertawasul dan memohon syafaatnya.
Lantunan syair ini diabadikan dalam Masnawi, jilid 4, bait 987-995.
Tuhan…
Ku mengerti, tak akan mampu ku singkap setiap rahasiaMu
Ku tahu, tak layak segala persembahanku
Wahai Tuhan yang maha Agung…
Begitu juga ku sadari, tak cukup semua ruku dan sujudku
Air mata ini pun tak sanggup mengantarku bahagia
Namun, ku saksi kelembutanmu terwujud pada mutiara itu (Nabi Muhammad)
Ku mengerti meski ia dari kami, namun tiada tertandingi
Kami semua tembaga dan Ahmad adalah Kimia
Keajaiban yang kulihat darinya
Tak kutemukan pada kawan ataupun lawan
Tak seorangpun mampu menandingi keutamaan yang kau berikan padanya,
meski 100 tahun bermunajat
Ku yakin atas anugrah yang Kau hadirkan untuknya
Ku bersaksi, ia adalah mutiara dari samudraMu
Ku jadikan ia, pemberi syafaat di hadapanMu
Duhai yang mengetahui segala keadaan!
Kabarkan padaku tentangnya (Baginda Nabi)!
Sumber Tulisan : alif.id, minggu, 25 Nov 2018
1 Comment
Sahaya
Tulisan yg Luar biasa..matavdan hati terbuka, mksh admin maksh penulis