Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU dan Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo, Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Pergantian hari, bulan dan tahun terjadi dalam perjalanan kehidupan manusia. Bahkan waktu akan terus berjalan sampai manusia meninggalkan dunia dan dunia pun pada akhirnya akan hancur dalam keyakinan umat beragama, dan waktu mungkin masih tetap berjalan sampai datang ketentuan dari Penciptanya (renungkan hadis tentang الدهر).
Perjalanan manusia dari lahir sampai wafat ditentukan dengan melalui tahapan umur selama mereka hidup. Imam al-Haddad (w. 1132 H) dengan merujuk pada Ibn al-Jauziy al-Hanbaliy (w. 597 H) membagi tahapan umur manusia di dunia sejak ia lahir sampai meninggalkan dunia menjadi 5 kategori: (1) mereka yang berada dalam kategori al-thufuliyyah dan al-sibyan (dari bayi sampai anak-anak) sampai berumur ± 15 tahun; (2) al-Syabab (masuk di dalamnya masa remaja dan pemuda); mereka yang sampai berumur 35 tahun (sebagian menilai sampai 40 tahun); (3) kategori al-kuhulah saat manusia mencapai 50 tahun; (4) lalu al-syaikhukhah yaitu mereka yang di atas 50 sampai pada usia 70 tahun dan (5) diakhiri dengan kategori al-kibar yaitu yang telah masuk usia lanjut.
Berpijak dari kategori di atas, maka dapat dinyatakan bahwa kategori umur pertama dan kedua adalah masa penanaman ajaran agama dan pendidikan. Menjelang akhir masa ini apa yang sudah ditanamkan, dipraktekkan dalam bentuk kontinyu sebuah model kehidupan seseorang. Adapun kategori umur ketiga merupakan masa yang paling produktif, di dalamnya manusia mencapai karir-karirnya dan menerapkan ide, ajaran dan lainnya yang tidak terbatas untuk diri dan keluarganya saja, tetapi ia dapat memberikan pengaruh terhadap masyarakatnya. Puncak dari masa ketiga yaitu memasuki bagian pertama kategori umur al-syaikhukhah. Adapun bagian akhir kategori keempat ini, manusia secara umum akan mengakhiri semua hiruk pikuk dunia. Sementara kategori umur kelima tidak banyak orang yang mendapatinya.
Dari pembagian tersebut nampak dua kategori umur yaitu al-kuhulah dan bagian awal al-syaikhukhah adalah masa di saat manusia akan menciptakan dan menorehkan sejarah hidupnya di pentas dunia. Secara menyeluruh kategori al-kuhulah dalam sejarah biasanya menonjolkan seorang pemimpin dari kaumnya dan sandaran mereka (Ibn al-Atsir). Pada kedua kategori umur inilah, rata-rata perubahan peradaban terjadi melalui tokoh-tokoh dunia. Baik perubahan yang mengarah pada hal positif maupun negatif.
Saat sampai di kedua kategori umur tersebut, biasanya membuat manusia lupa akan batas kemampuannya yang sebenanrya tengah berjalan secara perlahan tapi pasti menuju penurunan kemampuan dalam segala hal; fisik, tenaga dan pikiran dan lainnya (renungkan QS: Yasin; 68). Kelupaan tersebut kenapa bisa terjadi ? tentu banyak faktor, salah satu agaknya disebabkan manusia ‘asyik’ menikmati tahapan umur di kedua kategori tersebut yang menyebabkan mereka benar-benar lupa. Dalam konteks inilah agaknya hadis riwayat Muslim dari sahabat Anas (w. 93 H) disabdakan oleh Nabi suci Muhammad saw:
يهرم ابن آدم وتشب منه اثنتان الحرص على المال والحرص على العمر
Artinya: “ anak Adam (manusia) sedang (berjalan) menuju tua, dan (tetapi tersisa) darinya selalu (merasa) muda (kuat, ambisi dalam) dua hal; ketamakan atas (mencari) harta dan ketamakan atas umur (ingin panjang dan terus menjadi muda).”
Al-Nawawiy (w. 676 H) menyatakan ungkapan وتشب منه اثنتان merujuk pada hati orang yang sudah menua, tetapi masih tetap merasa muda dalam dua hal tersebut. Hadis ini sepertinya popular dalam ungkapan media sosial melalui kata-kata ‘yang penting berjiwa muda meski umur sudah tua’.
Ungkapan tersebut dalam batas tertentu tidaklah keliru bahkan dianjurkan. Bukankah dalam dalam bekerja, beramal shaleh harus tetap merasa kuat dan semangat seperti usia mereka yang muda ? namun ungkapan tersebut akan tidak layak pada mereka yang benar-benar menjadikan harta adalah tujuan dan bertambah umur semakin menimbun harta bukan untuk sarana menuju kebaikan. Seperti halnya ungkapan tersebut juga sangat tidak layak pada mereka yang seolah melupakan usianya dan terus melakukan aneka kekeliruan seperti anak-anak muda.
wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb…