Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU & Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Lebaran Idul Fitri 1443 H/2022 M kali ini sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Pandemi covid 19 menjadikan dua kali lebaran ‘terlarang’ di tahun 2020-2021 bagi siapa pun yang hendak mudik ke kampung halaman masing-masing untuk merayakannya. Dari beragam kejadian selama masa pandemi kemarin, sebagai umat beragama kita wajib mengucapkan puji syukur kepada Allah swt, berkat rahmat-Nya dan ada usaha keras pemerintah bersama masyarakat, lebaran kali ini dapat dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia di kampung halaman mereka seiring dengan menurunnya pandemi yang kemungkinan telah menjadi endemi.
Keinginan kuat untuk bertemu keluarga, kerabat, handai taulan dan teman dapat direalisasikan di waktu lebaran kali ini yang telah lama tersimpan di lubuk hati yang dalam. Tak heran angka pemudik kali ini diberitakan di berbagai media masa sebagai angka tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Dari sini dapat diketahui secara umum bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki nilai silaturahmi yang cukup kuat melalui aktivitas mudik.
Mudik dalam KBBI online diantaranya berarti pulang ke kampung halaman sementara kata rindu dapat berarti sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu atau pun keinginan kuat untuk bertemu merupakan kombinasi makna yang tepat untuk mengilustrasikan tentang mudik rindu. Bila dinyatakan rindu mudik maka keinginan bertemu itu akan direalisasikan pada saat mudik, namun kata mudik rindu menjelaskan bahwa mudik kali ini merupakan hal yang telah dinanti-natikan oleh mereka yang merayakan Idul Fitri untuk melapas kerinduan mereka kepada keluarga di kampung halaman. Mudik rindu adalah aktivitas pulang kampung yang didasari aneka kerinduan yang telah tertahan selama dua tahun belakangan.
Dalam riwayat ditemukan ungkapan زر غبا تزدد حبا yang dapat dimaknai dengan jarangnya orang bertemu akan menambah kecintaan diantara sesama mereka. Hadis ini diriwayatkan tidak kurang dari 10 sahabat, meski semua jalurnya dinilai bermasalah, tetapi tetap saling menguatkan menurut Ibn Hajar (w. 852 H) dan al-Sakhawiy (w. 902 H) dalam Fath al-Bariy dan al-Maqashid al-Hasanah. Terlepas dari penilaian tersebut, riwayat ini merupakan ungkapan yang sangat tepat dan relevan dengan mudik rindu di lebaran kali ini.
Keterangan di atas berada pada ranah definisi kosa kata yang terkandung dalam mudik rindu. Perlu dijelaskan makna yang lebih dalam kalau mudik rindu merupakan kepulangan mereka yang akan berlebaran di kampung halaman didasari pada dua hal pokok: pertama, nilai Islam, kedua, nilai kemanusiaan yang seyogyanya keduanya menjadi pilar utama bagi siapa pun yang melakukan mudik, sebab kedua nilai itu menyatu dan tidak berada dalam dua garis yang berseberangan.
Nilai Islam yang dimaksud yaitu silaturahmi atau silaturahim yang dijalin tetap terikat dengan mereka yang berada di kampung halaman. Dalam silaturahmi selain akan menambah keberkahan dalam umur bahkan rizqi, juga akan tertanam kasih sayang antara orang-orang terdekat. Silaturahmi membangkitkan nilai persaudaraan yang bermula dari unit terkecil; keluarga sebagai contoh dan cerminan sebuah masyarakat menuju kasih sayang yang luas antara anak bangsa yang berbeda-beda. Silaturahmi tidak sekadar sapaan seremoni, tetapi disertai dengan tindakan nyata. Paling kurang dengan kerendahan hati untuk berkunjung, kerendahan hati mulai menyapa, dan kerendahan hati membalas sapaan siapa pun yang mengucapkan selamat merayakan hari yang fitri.
Nilai kemanusiaan yang terdapat dalam mudik rindu yaitu tolong menolong dalam kebaikan. Oleh sebab itu, mudik kali ini dan seharusnya mudik kapan pun bukan menjadi ajang mempertontonkan kemewahan yang seseorang miliki, bukan tempat berbangga memperlihatkan banyak relasinya dan lainnya dalam konteks ‘riya modern’, sebaliknya memperlihatkan sifat al-sakhiy; dermawan sesuai dengan kemampuan pemudik untuk membantu orang-orang terdekatnya dengan memberikan oleh-oleh bahkan menyisihkan sedikit ‘modal’ yang ia miliki terutama di masa pasca pandemi untuk kembali menguatkan orang-orang yang dicintai bisa bangkit kembali. Nabi suci Muhammad saw bersabda:
السخي قريب من الله قريب من الجنة قريب من الناس بعيد من النار
Artinya: “orang yang dermawan dekat kepada Allah, dekat kepada surga, dekat kepada manusia dan jauh dari neraka…”
wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb …
foto : Antara Foto/Zabur Karuru.