Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Perbedaan berasal dari kata beda yang berarti sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara benda satu dan benda lain. Jadi perbedaan dapat disebut perihal yang membuat berbeda (KBBI online). Konteks perbedaan merupakan sebuah hukum alam atau kodrati yang telah ada sejak awal penciptaan alam semesta. Adanya aneka benda di langit dan bumi, adanya matahari dan bulan, lautan dan daratan, mamalia dan reptil dan lain sebagainya menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan dalam konteks ini adalah manifestasi dari keserasian penciptaan alam semesta.
Dalam kehidupan bermasyarakat, perbedaan tersebut juga ditemukan secara kodrati (kodrat). Baik perbedaan bahasa, warna kulit, suku, ras, bangsa (QS: Rum; 22; al-Hujuraat; 13) dan bahkan pemikiran dan ide yang memunculkan sekian banyak aliran teologi, filsafat, hukum, aliran sosiologi dan lain sebagainya. Adanya perbedaan-perbedaan itu antara yang satu dengan lainnya sebenarnya sejak awal, logika, fitrah dan agama telah menuntun agar manusia menyadari bahwa pluralitas merupakan sesuatu yang niscaya bahkan harus ada dalam hal-hal tertentu. Bukankah akan kacau dunia ini jika semua manusia memiliki satu profesi saja sebagai guru? maka tak heran ulama menyatakan profesi sebagai penjahit misalnya merupakan fardhu kifayah (al-Ghazali, Ihya, I). Sebab tanpa profesi tersebut dipastikan roda kehidupan tidak dapat berputar secara normal bahkan dapat berakibat pada kerusakan.
Dalam pandangan Islam, aneka perbedaan tersebut berpotensi mengarah pada kebaikan, dan ini seharusnya yang terjadi sebagai cita-cita bersama yang ideal dan direalisasikan. Perbedaan dalam konteks surah al-Hujurat; 13 misalnya berpotensi baik jika terjadi saling kenal-mengenal (لتعارفوا). Proses saling kenal itu bisa memahami ada perbedaan, lalu muncul toleransi dengan perbedaan itu sebenarnya sudah cukup. Bila sampai ke tingkat perbedaan itu dijalankan bersama-sama baik dalam bentuk sebuah kesepakatan besar dalam berbangsa dan bernegara; yaitu sepakat dalam perbedaan, maupun dalam unit terkecil seperti keluarga dengan latar belakang yang berbeda merupakan tindakan lanjut yang lebih tinggi dari sekedar memahami dan toleransi tadi sebagai bagian dari proses saling kenal yang disinyalir oleh ayat tersebut.
Sayangnya, hari ini kita menyaksikan perbedaan-perbedaan tersebut banyak yang berpotensi tidak baik; negatif disebabkan proses saling mengenal antara agama, suku, ras dan golongan nampaknya hanya sebatas ucapan dan kalaupun ada itu dimungkinkan karena ada kepentingan kedua belah pihak atau mungkinkah dapat disebut simbiosis mutualisme? Di sinilah sebenarnya muncul pertanyaan substansi apakah proses saling mengenal selama ini gagal atau belum sampai pada apa yang disebut mengenal? mengenal artinya mengetahui dan mempunyai rasa (KBBI online).
Setelah tahu bahwa antara individu, suku, agama, ras dan golongan memiliki perbedaan maka selanjutnya setiap individu, komunitas dituntut memiliki rasa. Untuk apa? agar memahami ada yang berbeda dengan dirinya, komunitasnya sehingga muncul toleransi yang meski dia tidak sepakat dengan individu dan komunitas lain, bahkan tidak ikut bergabung dengan mereka; misalnya dengan menganut agama dan ideologi tertentu mereka, tetapi dirinya dan komunitasnya dapat bertenggang rasa akan perbedaan itu, dan bukan mencibir apalagi menghina. Sebaliknya individu dan komunitas lain yang berbeda dengan dirinya dan komunitasnya tentu juga memiliki rasa dan tindakan yang sama. Bila telah bertoleransi, seharusnya siapapun tidak membawa-bawa perbedaan SARA bila mendapati individu dan kelompok tertentu melakukan kesalahan. Konteks saling mengenal di ranah ini nampaknya harus direnungi ulang.
Di tahun politik 2023, harapan setiap anak bangsa agar perbedaan yang terjadi nanti akibat berbeda dalam menentukan parpol, presiden, gubernur, bupati dan lainnya tidak menjadikan sebagai perbedaan yang negatif tetapi mendewasakan anak bangsa dalam memahami proses demokrasi sehingga perbedaan yang ada menjadi perekat untuk menjadi kuat dan kokoh, sebab dalam hal yang berbeda-beda dapat menjadi tetap satu sebagai wujud dari persatuan.
wa Allahu a’lam bi al-shawab …
foto : Istimewa/clipartfest