Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta dan Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Ibadah puasa merupakan salah satu rukun Islam. Secara vertikal ibadah ini terkait langsung dengan Allah swt sebab Dialah yang memiliki hak prerogatif untuk memberikan balasan pahala bahkan melipatgandakannya (HR al-Bukhari) kepada orang yang menjalankannya dengan baik dan penuh perhitungan. Agaknya ibadah di bulan suci Ramadhan ini juga memberikan pelajaran tentang kedisiplinan pada mereka yang menjalankan puasa.
Disiplin berarti tata tertib, ketaatan, sementara mendisiplinkan yaitu membuat berdisiplin atau mengusahakan agar menaati tata tertib (KBBI online). Puasa yang awalnya adalah kewajiban mereka yang beriman kepada Allah swt dapat memberikan dampak terhadap displin diri bagi orang yang berpuasa. Dalam konteks berpuasa, setidaknya terdapat tiga bentuk disiplin yang merupakan pelajaran maupun pendidikan untuk mereka yang mengerjakannya.
Pertama, disiplin dalam beribadah. Saat berpuasa, seseorang dituntut untuk menjaga setidaknya tiga waktu yang terkait dengan pelaksanaan ibadah puasa yaitu saat sahur, saat berbuka dan saat Tarawih. Orang yang berpuasa dikategorikan disiplin jika telah mampu mengatur dan mengikuti ketiga waktu tersebut secara tertib, meski waktu sahur lebih sedikit ketimbang waktu berbuka maupun shalat tarawih yang berlangsung sampai mendekati terbit fajar yang kedua. Waktu sahur bagi orang yang berpuasa juga dapat dianalogikakan sebagai pendidikan agar yang berpuasa selalu mempersiapkan hal-hal yang akan dia hadapi selama beraktivitas sehari-hari. Sahur ibarat mempersiapkan bekal agar orang yang berpuasa tidak lapar seharian, maka dalam bekerjapun seseorang dituntut mempersiapkan hal-hal yang membantunya selama ia bekerja, sehingga pekerjaannya bisa selesai dengan baik.
Kedua, disiplin dalam bekerja. Puasa tidak menjadikan seseorang lalai apalagi tidak bekerja. Secara historis, Perang Badar tahun 2 H dan Fath Mekkah pada tahun 8 H, keduanya terjadi di bulan Ramadhan. Tidak sedikit sahabat masih menjalankan puasa namun mereka tetap produktif untuk berjuang (bekerja) sehingga memperoleh hasil yang gemilang. Meski dalam konteks ini orang yang berpuasa dapat saja berbuka disebabkan kondisi berperang, akan tetapi mereka yang tetap menjalankan ibadah puasa di saat-saat genting seperti saudara-saudara kita di Palestina tentu pahalanya jauh lebih besar. Hal ini disinyalir dalam hadis riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Sa’id al-Hudzri (w. 74 H) bahwa Nabi suci Muhammad saw bersabda:
من صام يوما في سبيل الله بعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا
Artinya: “barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah swt, maka Allah akan menjauhkan wajahnyha dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun (perjalanan)
Ketiga, disiplin dalam istirahat. Analogi ini terlihat saat orang berbuka puasa. Saat berbuka mengajarkan tentang disilpin terhadap waktu untuk melepas kepenatan atau istirahat. Meski seseorang dituntut bekerja keras sebagaimana orang yang berpuasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari dia tidak makan dan minum, namun saat berbuka dia tetap membutuhkan asupan tersebut. Demikian pula dengan waktu untuk istirahat; baik itu digunakan dengan mengkonsusmsi makanan yang bergizi kemudian istirahat yang cukup. Adapun waktu shalat tarawih, selain memberikan pelajaran antara dua raka’at sebelumnya dengan raka’at setelahnya sebagai jeda merupakan bagian dari istirahat sekejap, juga memberikan pelajaran tentang dispin untuk mengasah jiwa dan ruh orang-orang yang mengaku beriman.
wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb