Rukun Iman Modern; Percaya Pada Nabi suci Muhammad saw

Oleh: Dr. Ja’far Assagaf., MA

Dosen UIN SUKA; Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) (email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id)

Tiap tahun kaum Muslim memperingati hari kelahiran Nabi suci Muhammad saw., baik dalam sebutan maulid yaitu tempat kelahiran dan waktunya maupun maulud dalam konteks janin kecil dari aspek waktu yang hampir lahir (al-Mu’jam al-Wasith). Dalam tradisi masyarakat Jawa, bulan kelahiran sang Nabi suci saw disebut bulan mulud berarti lebih dekat dengan kata maulud.  Walaupun ada perbedaan, ketiga kata tersebut semuanya mengarah pada kelahiran Nabi suci saw baik dari aspek geografis maupun zamannya serta situasi dan keadaan saat akan dan ketika dilahirkan.

Nabi suci Muhammad saw adalah patron dan teladan untuk semua orang yang mengaku beriman pada Allah dan hari akhirat (QS: al-Ahzab; 21). Meski dalam konteks universalitas risalah, kanjeng Nabi suci saw adalah teladan bagi semua manusia dan sebagai nabi penutup dari sekian nabi dan rasul yang pernah ada. Beriman atau percaya kepada para nabi dan rasul merupakan rukun iman yang keempat yang wajib diyakini setiap orang yang mengaku Muslim, baik nabi dan rasul yang disebutkan namanya berjumlah 25 orang, maupun yang tidak disebutkan; sekitar 313/315 rasul dan 124 ribu nabi (HR Turmudzi dan Ahmad).

Adapun individu yang tidak disebutkan secara tegas dalam al-Qur’an seperti Nabi Khidir as yang namanya tidak ada dalam al-Qur’an (tapi ada dalam hadis) karena disebut sebagai hamba di antara hamba-hamba Kami (QS: al-Kahf; 65) maupun yang namanya disebut secara tegas seperti Imran, Maryam, Dzulqarnain, Luqman dan Uzair masih menjadi polemik di antara ulama, apakah mereka termasuk nabi atau tidak? Maka tidak wajib beriman pada mereka sebagai nabi, meski semua tokoh tersebut telah mencontohkan teladan yang baik untuk ditiru.

Bagi kaum Muslim, beriman kepada para nabi dan rasul adalah wajib bahkan tanpa membedakan risalah yang mereka bawa, sebab semuanya bersumber dari Allah swt tentang tauhid/monoteisme (QS: al-Baqarah; 285). Masa kini, di era digitalisasi terdapat tidak sedikit pelecehan dan penghinaan terhadap Nabi suci Muhammad saw, baik di dalam negeri maupun di luar negeri secara terang-terangan seperti yang dapat diakses di media sosial; youtube dan sebagainya.

Perlu ditekankan, kemungkinan kejadian dan fenomena di atas muncul lantaran aneka kesyubhatan yang justeru disampaikan, disebutkan dan digaungkan oleh mereka yang mengaku muslim bahkan beriman pada Nabi suci saw. Kesyubhatan tersebut memasuki berbagai aspek, tetapi lebih bertumpu dari dua titik utama: (1) wahyu Allah yaitu al-Qur’an; (2) Nabi suci saw sebagai utusan, keduanya ini melalui kesyubhatan yang disyiarkan justeru menggerogoti kenabian Nabi suci Muhammad saw.

Beriman pada nabi dan rasul nampaknya tidak menjadi ‘iman monopoli’ kaum muslim. Bahkan beriman pada Allah (pencipta; adanya Tuhan), malaikat dan hari kiamat juga merupakan keyakinan Yahudi dan saudara-saudara kita Kristen begitu juga Hindu bahkan konon Budha pun percaya adanya hari kiamat. Maka di sini diperlukan garis iman yang jelas terkait keimaanan pada kenabian Nabi suci saw bagi kaum muslim. Mengapa? sebab Yahudi meski beriman pada nabi dan rasul namun mereka tidak beriman pada Nabi suci Muhammad saw dan Nabi Isa al-Masih asw. Demikian pula Kristen, mereka tidak beriman pada Nabi suci saw. Tentu hal ini merupakan keyakinan masing-masing yang tetap dipahami sebagai perbedaan antara ajaran agama, dan tidak perlu dipertentangkan tetapi diyakini oleh masing-masing pemeluk agama yang berbeda tanpa mencela apalagi saling menghujat.

Dalam konteks keyakinan pada Nabi suci saw, sayyid Ali al-Jurjani al-Hanafi (w. 816 H) berkata: ‌الإسلام: الخضوع والانقياد لما أخبر به الرسول صلى الله عليه وسلم bahwa Islam adalah penyerahan dan ketundukan terhadap apa saja yang Rasul saw infokan dengannya (tentang Islam). Maka beriman pada kenabian Nabi suci Muhammad saw merupakan sesuatu yang mutlak bagi mereka yang mengaku muslim. Dalam sejarah, tidak ada alirah/firqah Islam yang ragu akan kenabian/nubuwwah Nabi suci saw -mungkin kecuali syi’ah Saba’iyyah (سبئية) dan Gurabiyyah (غرابية)- bahkan firqah seliberal Mu‘tazilah pun di masa lalu tetap percaya bahwa Nabi suci Muhammad saw adalah nabi.  Tidak sedikit ulama dahulu dan kini menulis tentang nubuat tersebut, Mutahhari (w. 1978 M) misalnya memiliki karya khatm al-nubuwwah dan al-wahy wa al-nubuwwah

Berpijak dari sini maka di zaman digitalisasi, keimanan kaum muslim atau tepatnya rukun iman yang penting bagi mereka adalah beriman pada kenabian Nabi suci Muhammad saw. Kerap kali penulis sampaikan hal ini pada mahasiswa muslim kalau meyakini rukun iman ini sebagai penjabaran dari rukun iman keempat adalah rukun ‘iman modern’ bagi setiap muslim yang sinkron dengan kenabian Nabi suci Muhammad saw., dan tidak seperti Ibn Rawandi (w. ± 298 H) yang awalnya Mu‘tazilah lalu keluar menjadi ateis? atau mungkin bersikap abu-abu dan samar. Perlu ditekankan, di bagian ini tidak dipermasalahkan perbedaan fiqh dalam aliran-aliran Islam bahkan implementasi ushul fiqhnya, tetapi pada apakah percaya atau tidak percaya terhadap nubuwwah Nabi suci saw? kepercayaan kepadanya adalah iman dasar bagi siapapun yang mengaku muslim.

Gambar PNG berasal dari id.pngtree.com/

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com